Selasa, 30 Maret 2010
Pernahkah Anda menolak suatu peluang karena latar belakang pendidikan berbeda?
Pernahkah Anda merasa pantas gagal karena bidang yang Anda geluti berbeda dengan bidang studi?
Siapapun yang merasa bahwa latar belakang adalah penentu kesuksesan sebaiknya belajar dari orang-orang ini:
Taufiq Ismail
Taufiq Ismail adalah penyair Indonesia yang namanya sudah mendunia. Ia telah membaca puisi di berbagai festival dan acara sastra di 24 kota Asia, Australia, Amerika, Eropa, dan Afrika.
Ia juga telah menerima berbagai penghargaan di antaranya: Anugerah Seni dari Pemerintah (1970), Cultural Visit Award Pemerintah Australia (1977), South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994).
Dua kali ia menjadi penyair tamu di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1971 dan 1991), lalu pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur (1993).
Apakah ia lulusan sekolah seni?
Tidak. Taufiq Ismail adalah dokter hewan lulusan IPB (Institut Pertanian Bogor).
Arsène Wenger adalah salah satu manager sepak bola terbaik di dunia. Ia merupakan manager Arsenal paling sukses dalam sejarah klub.
Sejak Arsenal dipegang pria Perancis ini pada tahun 1996, klub London ini mengukir banyak prestasi.Pada tahun 2004, ia menjadi satu-satunya manager sepak bola di Inggris yang berhasi membawa timnya menang di Premier League tanpa pernah kalah sekalipun.
Apakah ia sarjana bidang olah raga?
Arsene Wenger adalah sarjana yang memegang degree di bidang Electrical Engineering dan master's degree di bidang ekonomi. Ia juga fasih berbicara berbagai bahasa seperti; Perancis, Jerman, Spanyol, dan bahasa Inggris, selain itu juga bisa sedikit bahasa Itali dan Jepang.
Media menjulukinya The Professor karena latar pendidikannya yang mewakili kelas kerah putih, tidak sebagaimana kebanyakan manager lain.
Tompi dikenal sebagai penyanyi jazz top di Indonesia, Lula Kamal dikenal sebagai seorang selebriti dan pembawa acara Indonesia. Latar belakang pendidikan keduanya adalah dokter.
Rumah film
Masyarakat film Indonesia yang selalu mengikuti perkembangan film pasti pasti kenal situs bernama www.rumahfilm.org atau account rumah film di facebook. Di situs ini, akan ditemukan kabar terkini di seputar Industri film Indonesia, galeri foto, profil bioskop, review film-film Indonesia dan film asing, juga kajian dan riset mendalam tentang film Indonesia, serta yang tak kalah penting database film Indonesia.
Selain itu website ini adalah media resensi film yang sangat disegani para pembuat film, karena resensinya yang tajam, obyektif dan cerdas.
Para pembuat film biasanya menanti-nanti komentar Rumah Film atas karya mereka.
Ada lima sosok di rumah film yang membuat website ini mumpuni di dunia film.
Hikmat Dharmawan, penulis, pakar komik, pengamat kultur pop dan editor rumah film.
Krisnadi Yuliawan yang memegang jabatan sebagai pimpinan redaksi rumah film.
Eric Sasono, salah satu kritikus film paling berpengaruh di Indonesia. Beberapa esainya menerima penghargaan termasuk Best Film Critic piala Citra 2005 dan 2006.
Ekky Al Malaki, kritikus film dan penulis buku, yang pernah memenangkan Best Documentary Award in Bangkok, Thailand.
Asmayani Kusrini, salah satu kritikus dan pengamat film.
Apakah mereka lulusan sekolah perfilman?
Tidak. Hikmat, Krisnadi dan Eric adalah lulusan FISIP UI jurusan politik, Ekky adalah lulusan Sastra UI program studi Arab, Asmayani Kusrini studi di Belgia untuk arsitektur.
Kuliah mereka tidak berhubungan dengan perfilman tapi pendapat mereka di dunia perfilman sangat dihargai.
Kesimpulan:
Seringkali kita menjadikan bedanya latar belakang pendidikan sebagai EXCUSE atau ALASAN atau DALIH untuk tidak sukses.
Jika membaca buku No Excuse!, Anda akan menemukan tokoh luar biasa yang sangat sukses di bidang yang sama-sekali tidak berhubungan dengan bidang studinya.
Tulisan di atas dikutip dari 2 halaman buku No NO EXCUSE! dari belasan halaman yang membahas latar pendidikan sebagai excuse atau alasan untuk gagal.
No Excuse!
Jangan cari-cari alasan, karena Anda bisa!
oleh Isa Alamsyah
0 komentar:
Posting Komentar