Selasa, 27 April 2010

di 04.48 Label: Diposting oleh Syarbani Blogs 0 komentar

Allah Subhanaahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا (٣١)حَدَائِقَ وَأَعْنَابًا (٣٢)وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا (٣٣)

"Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, dan gadis-gadis remaja yang sebaya." (QS an-Naba': 31-33)
كَذَلِكَ وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ (٥٤)
"Demikianlah, dan Kami berikan kepada mereka bidadari." (QS. Ad-Dhukhan: 54)
مُتَّكِئِينَ عَلَى سُرُرٍ مَصْفُوفَةٍ وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ (٢٠)
"Mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli." (QS. At-Thur: 20)

حُورٌ مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ (٧٢)
"(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah." (QS. Ar-Rahman: 72)
فِيهِنَّ خَيْرَاتٌ حِسَانٌ (٧٠)
"Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik." (QS. Ar-Rahman: 70)

إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً (٣٥)فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا (٣٦)عُرُبًا أَتْرَابًا (٣٧)
"Sesungguhnya kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung.[1] Dan kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya." (QS. Al-Waqi'ah: 35-37)
Ibnu Abid Dunya meriwayatkan dari Abul Hawari, dia berkata: Bidadari itu diciptakan langsung (kun fayakun). Apabila telah sempurna peciptaan mereka maka dipasanglah kemah-kemah atas mereka. Oleh karena itu Ibnul Qayyim berkata bahwa kemah-kemah ini bukanlah ghuraf (kamar-kamar) atau qushur (istana-istana), melainkan ia adalah tenda di taman-taman dan di atas sungai-sungai.

Nabi Sholallohu 'alaihi wa sallam bersabda:

1. Hadits Abu Sa’id al-Khudri Rodiallohu 'anhu :

« إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً رَجُلٌ صَرَفَ اللّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ قِبَلَ الْجَنَّةِ وَمَثَّلَ لَهُ شَجَرَةً ذَاتَ ظِلٍّ فَقَالَ: أَيْ رَبِّ قَرِّبْنِي مِنْ هذِهِ الشَّجَرَةِ أَكُونُ فِي ظِلِّهَا ». فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ فِيْ دُخُوْلِهِ الْجَنَّةَ وَتًمًنٍّيْهِ إِلىَ أَنْ قَالَ فِيْ آخِرِهِ.
“Sesungguhnya ahli surga yang paling rendah tingkatannya adalah seseorang yang Allah palingkan wajahnya dari neraka kearah surga, dan ditampakkan padanya satu pohon surga yang rindang. Lalu orang itu berkata: Ya Allah dekatkanlah aku ke pohon itu agar aku bisa berteduh di bawahnya.” Lalu Nabi Sholallohu 'alaihi wa sallam terus menyebutkan angan-angan orang itu hingga akhirnya beliau bersabda:
« إِذَا انْقَطَعَتْ بِهِ الأَمَانِيُّ قَالَ اللّهُ: هُوَ لَكَ وَعَشْرَةُ أَمْثَالِهِ. قالَ: ثُمَّ يَدْخُلُ بَيْتَهُ فَتَدْخُلُ عَلَيْهِ زَوْجَتَاهُ مِنَ الحُورِ الْعِينِ فَيَقُولاَنِ : الْحَمْدُ للّهِ الَّذِي أَحْيَاكَ لَنَا وَأَحْيَانَا لَكَ. قَالَ: فَيَقُولُ: مَا أُعْطِيَ أَحَدٌ مِثْلَ مَا أُعْطِيتُ ».
“Apabila telah habis angan-angannya maka Allah berfirman kepadanya: “Dia itu milikmu dan ditambah lagi sepuluh kali lipatnya.” Nabi bersabda: “Kemudian ia masuk rumahnya dan masuklah menemuinya dua biadadari surga, lalu keduanya berkata: Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkanmu untuk kami dan yang menghidupkan kami untukmu. Lalu laki-laki itu berkata: “Tidak ada seorangpun yang dianugerahi seperti yang dianugerahkan kepadaku.” (HR. Muslim: 417)

2. Hadits Anas Rodiallohu 'anhu :
« إِنَّ الْحُورَ الْعِينَ لَتُغَنينَ فِي الْجَنَّةِ يَقُلْنَ: نَحْنُ الْحُورُ الْحِسَانِ خُبئْنَا لأَزْوَاجٍ كِرَامٍ »
“Sesungguhnya bidadari nanti akan bernyanyi di surga: Kami para bidadari cantik disembuyikan khusus untuk suami-suami yang mulia.” (Shahih al-Jami’: 1602)

3. Hadits Abu Hurairah Rodiallohu 'anhu :
« إِنَّ أَوَّلَ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ. وَالَّذِينَ يَلُونَهُمْ عَلَى أَشَدِّ كَوْكَبٍ دُرِّيَ، فِي السَّمَاءِ، إِضَاءةً. لاَ يَبُولُونَ، وَلاَ يَتَغَوَّطُونَ وَلاَ يَمْتَخِطُونَ وَلاَ يَتْفِلُونَ. أَمْشَاطُهُمُ الذَّهَبُ. وَرَشْحُهُمُ الْمِسْكُ. وَمَجَامِرُهُمُ الألُوَّةُ. وَأَزْوَاجُهُمُ الْحُورُ الْعِينُ. أَخْلاَقُهُمْ عَلَى خُلُقِ رَجُلٍ وَاحِدٍ. عَلَى صُورَةِ أَبِيهِمْ آدَمَ. سِتُّونَ ذِرَاعاً، فِي السَّمَاءِ ».
“Sesungguhnya kelompok pertama yang masuk surga adalah seperti rupa bulan di malam purnama. Berikutnya adalah seperti binang yang paling terang sinarnya di langit. Mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, dan tidak meludah. Sisir mereka dari emas, minyak mereka adalah misik, asapannya adalah kayu gaharu, pasangan mereka adalah bidadari, akhlak mereka seperti akhlak satu orang. Bentuk (postur tubuh) mereka seperti Nabi Adam as; 60 lengan di langit.” (Bukhari, Muslim dll. Al-Jami’ al-Shaghir: 3778, Shahih al-Jami’: 2015)


4. Hadits Abdullah ibnu Mas’ud Rodiallohu 'anhu :
« أَوَّلُ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ ضَوْءُ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، وَالْزُّمْرَةُ الثَّانِيَةُ عَلَى لَوْنِ أَحْسَنِ كَوْكَبٍ دُريَ فِي السَّمَاءِ، لِكُل رَجُلٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، عَلَى كُل زَوْجَةٍ سَبْعُونَ حُلَّةً، يُرَىٰ مُخُّ سُوقِهِمَا مِنْ وَرَاءِ لُحُومِهِمَا وَحُلَلِهِمَا، كَمَا يُرَىٰ الشَّرَابُ الأَحْمَرُ فِي الزُّجَاجَةِ الْبَيْضَاءِ »

“Kelompok pertama kali yang masuk surga, seolah wajah mereka cahaya rembulan di malam purnama. Kelompok kedua seperti bintang kejora yang terbaik di langit. Bagi setiap orang dari ahli surga itu dua bidadari surga. Pada setiap bidadari ada 70 perhiasan. Sumsum kakinya dapat terlihat dari balik daging dan perhiasannya, sebagaimana minuman merah dapat dilihat di gelas putih.” (HR. Thabrani dengan sanad shahih, dan Baihaqi dengan sanad hasan. Hadits hasan, shahih lighairi: Shahih al-Targhib: 3745)
Dalam lafazh Tirmidzi:
« وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ يُرَى مُخُّ سُوْقِهِمَا منْ وَرَاءِ الَّلحْمِ مِنَ الْحُسْنِ، لاَ اخْتِلاَفَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَبَاغُضَ قُلُوبُهُمْ قَلْبُ رَجُلٍ وَاحِدٍ يُسَبِّحونَ الله بُكْرَةً وَعَشِيَّا » .
“Masing-masing mendapat dua bidadari, sumsum kakinya dapat dilihat dari balik daging karena begitu cantiknya, tidak ada perselisihan di antara mereka, dan tidak ada saling benci di hati mereka. Hati mereka seperti hati satu orang, mereka semua bertasbih kepada Allah pagi dan sore.”


5. Hadits al-Miqdam Ibn Ma’di Karib Rodiallohu 'anhu :
« لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللَّهِ سَبْعُ خِصَالٍ: يُغْفَرُ لَهُ فِي أَوَّلِ دَفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ، وَيَرَىٰ مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَيُحَلَّىٰ حُلَّةَ الإِيمَانِ، وَيُزَوجُ اثْنَيْنِ وَسَبْعِينَ زَوْجَةً مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَيَأْمَنُ مِنَ الْفَزَعِ الأَكْبَرِ، وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ، الْيَاقُوتَةُ مِنْهُ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا، وَيَشْفَعُ فِي سَبْعِينَ إِنْسَاناً مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ »

“Orang yang mati syahid memiliki 7 [yang benar 8] keistimewaan di sisi Allah: (1) diampuni dosanya di awal kucuran darahnya, (2) melihat tempat duduknya dari surga, (3) dihiasi dengan perhiasan iman, (4) dinikahkan dengan 72 bidadari surga, (5) diamankan dari adzab kubur, (6) aman dari goncangan dahsyat di hari qiamat, (7) diletakkan di atas kepalanya mahkota kewibawaan; satu permata dari padanya lebih baik dari pada dunia seisinya, (8) memberi syafaat kepada 70 orang dari kerabatnya.” (Ahmad, Tirmidzi dan Baihaqi. Silsilah al-Shahihah: 3213, Shahih al-Jami’: 5182)


6. Hadits Mu’adz ibn Anas Rodiallohu 'anhu ;
« مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّه سُبْحَانَهُ عَلَى رُؤُوسِ الْخَلائِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُورِ الْعينِ مَا شَاءَ ».
“Barangsiapa mampu menahan amarah padahal ia mampu untuk melampiaskannya, maka Allah memanggilnya di hadapan para makhluk hingga Dia memberikan hak untuk memilih yang ia suka dari bidadari.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, hadits hasan. Lihat Shahih al-Jami’: 6518)
7. Hadits Mu’adz t;
« لاَ تُؤْذِي امْرَأةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا. إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ: لاَ تُؤْذِيهِ، قَاتَلَكِ الله، فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَك دَخِيلٌ يُوشِكَ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا »
“Tidak ada seorang isteri yang menyakiti suaminya di dunia melainkan bidadari yang menjadi pasangannya berkata: "Jangan engkau sakiti dia -semoga Allah melaknatmu- sesungguhnya ia hanyalah bertamu (di rumahmu), hampir saja ia berpisah meninggalkanmu menuju kami.” (Shahih al-Jami’: 7192)

Imam Ibnul Qoyyim berkata:

"Jika anda bertanya tentang mempelai wanita dan istri-istri penduduk surga, maka mereka adalah gadis-gadis remaja yang montok dan sebaya. Pada diri mereka mengalir darah muda, pipi mereka halus dan segar bagaikan bunga dan apel, dada mereka kencang dan bundar bagai delima, gigi mereka bagaikan intan mutu manikam, keindahan dan kelembutan mereka selalu menjadi kerubutan.
Elok wajahnya bagaikan terangnya matahari, kilauan cahaya terpancar dari gigi-giginya dikala tersenyum. Jika anda dapatkan cintanya, maka katakan semau anda tentang dua cinta yang bertaut. Jika anda mengajaknya berbincang (tentu anda begitu berbunga), bagaimana pula rasanya jika pembicaraan itu antara dua kekasih (yang penuh rayu, canda dan pujian). Keindahan wajahnya terlihat sepenuh pipi, seakan-akan anda melihat ke cermin yang bersih mengkilat (maksudnya, menggambarkan persamaan antara keindahan paras bidadari dengan cermin yang bersih berkilau setelah dicuci dan dibersihkan, sehingga tampak jelas keindahan dan kecantikan). Bagian dalam betisnya bisa terlihat dari luar, seakan tidak terhalangi oleh kulit, tulang maupun perhiasannya.
Andaikan ia tampil (muncul) di dunia, niscaya seisi bumi dari barat hingga timur akan mencium wanginya, dan setiap lisan makhluk hidup akan mengucapkan tahlil, tasbih, dan takbir karena terperangah dan terpesona. Dan niscaya antara dua ufuk akan menjadi indah berseri berhias dengannya. Setiap mata akan menjadi buta, sinar mentari akan pudar sebagaimana matahari mengalahkan sinar bintang. Pasti semua yang melihatnya di seluruh muka bumi akan beriman kepada Allah Yang Maha hidup lagi Maha Qayyum (Tegak lagi Menegakkan). Kerudung di kepalanya lebih baik daripada dunia seisinya. Hasratnya terhadap suami melebihi semua keinginan dan cita-citanya. Tiada hari berlalu melainkan akan semakin menambah keindahan dan kecantikan dirinya. Tiada jarak yang ditempuh melainkan semakin menambah rasa cinta dan hasratnya. Bidadari adalah gadis yang dibebaskan dari kehamilan, melahirkan, haidh dan nifas, disucikan dari ingus, ludah, air seni, dan air tinja, serta semua kotoran.
Masa remajanya tidak akan sirna, keindahan pakaiannya tidak akan usang, kecantikannya tidak akan memudar, hasrat dan nafsunya tidak akan melemah, pandangan matanya hanya tertuju kepada suami, sekali-kali tidak menginginkan yang lain. Begitu pula suami akan selalu tertuju padanya. Bidadarinya adalah puncak dari angan-angan dan nafsunya. Jika ia melihat kepadanya, maka bidadarinya akan membahagiakan dirinya. Jika ia minta kepadanya pasti akan dituruti. Apabila ia tidak di tempat, maka ia akan menjaganya. Suaminya senantiasa dalam dirinya, di manapun berada. Suaminya adalah puncak dari angan-angan dan rasa damainya.
Di samping itu, bidadari ini tidak pernah dijamah sebelumnya, baik oleh bangsa manusia maupun bangsa jin. Setiap kali suami memandangnya maka rasa senang dan suka cita akan memenuhi rongga dadanya. Setiap kali ia ajak bicara maka keindahan intan mutu manikam akan memenuhi pendengarannya. Jika ia muncul maka seisi istana dan tiap kamar di dalamnya akan dipenuhi cahaya.
Jika anda bertanya tentang usianya, maka mereka adalah gadis-gadis remaja yang sebaya dan sedang ranum-ranumnya.
Jika anda bertanya tentang keelokan wajahnya, maka apakah anda telah melihat eloknya matahari dan bulan?!
Jika anda bertanya tentang hitam matanya, maka ia adalah sebaik-baik yang anda saksikan, mata yang putih bersih dengan bulatan hitam bola mata yang begitu pekat menawan.
Jika anda bertanya tentang bentuk fisiknya, maka apakah anda pernah melihat ranting pohon yang paling indah yang pernah anda temukan?
Jika anda bertanya tentang warna kulitnya, maka cerahnya bagaikan batu rubi dan marjan.
Jika anda bertanya tentang elok budinya, maka mereka adalah gadis-gadis yang sangat baik penuh kebajikan, yang menggabungkan antara keindahan wajah dan kesopanan. Maka merekapun dianugerahi kecantikan luar dan dalam. Mereka adalah kebahagiaan jiwa dan penghias mata.
Jika anda bertanya tentang baiknya pergaulan dan pelayanan mereka, maka tidak ada lagi kelezatan selainnya. Mereka adalah gadis-gadis yang sangat dicintai suami karena kebaktian dan pelayanannya yang paripurna, yang hidup seirama dengan suami penuh pesona harmoni dan asmara .
Apa yang anda katakan apabila seorang gadis tertawa di depan suaminya maka sorga yang indah itu menjadi bersinar? Apabila ia berpindah dari satu istana ke istana lainnya, anda akan mengatakan: "Ini matahari yang berpindah-pindah di antara garis edarnya." Apabila ia bercanda, kejar mengejar dengan suami, duhai… alangkah indahnya…!! (dari kitab Hadil Arwah Ila Biladil Afrah (h.359-360) (Faiz)*


[1] Maksudnya: tanpa melalui kelahiran dan langsung menjadi gadis


Sumber: Majalah Qiblati edisi 1 th III

baca selengkapnya.....

Sabtu, 24 April 2010

di 05.36 Diposting oleh Syarbani Blogs 0 komentar

Ulama besar Saudi Arabia dan pakar fiqih abad ini, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin -rahimahullah- ditanya,

“Apa hukum wanita yang masih bersama suami yang tidak pernah menunaikan shalat dan wanita tersebut sudah memiliki anak dari laki-laki tersebut serta apa hukum menikah dengan orang yang tidak pernah shalat?”

Jawab:

Jika seorang wanita menikah dengan pria yang tidak pernah menunaikan shalat jama’ah, begitu pula tidak menunaikan shalat lima waktu di rumahnya, maka nikahnya tidaklah sah. Karena orang yang meninggalkan shalat itu kafir sebagaimana hal ini dijelaskan dalam Al Qur’an, hadits dan dapat dilihat pula dalam perkataan para sahabat. ‘Abdullah bin Syaqiq mengatakan, “Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.”[1]

Jika laki-laki semacam itu dinyatakan kafir, maka tentu saja wanita muslimah tidak halal baginya. Karena Allah Ta’ala berfirman,

فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ

“Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” (QS. Al Mumtahanah: 10)

Namun jika suaminya tadi meninggalkan shalat setelah dilangsungkan akad nikah, maka nikahnya batal (faskh) kecuali jika suaminya tersebut bertaubat dan kembali pada Islam (yaitu dengan kembali mengerjakan shalat, pen). Sedangkan sebagian ulama mengaitkan dengan menunggu sampai berakhirnya masa ‘iddah. Jika sampai masa ‘iddah berakhir, suaminya kembali berislam dan ingin ruju’, maka harus dengan akad baru. Adapun bagi wanita, harusnya meninggalkan suaminya sampai ia mau bertaubat dan kembali mengerjakan shalat dengan membawa serta anak dari suaminya tadi. Karena pada kondisi semacam ini, anak-anaknya tersebut tidak menjadi hak asuhan ayah mereka lagi.

Dari penjelasan ulama di atas, saya memperingatkan kepada saudara kaum muslimin agar jangan sampai menikahkan anak-anak perempuan mereka atau wanita yang menjadi hak perwaliannya dengan laki-laki yang tidak pernah shalat karena bahaya yang ditimbulkan seperti dijelaskan tadi. Seharusnya kerabat dan teman dekat tidak membolehkan hal ini.

Saya memohon kepada Allah hidayah untuk kita sekalian. Hanya Allah Yang Maha Tahu. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

[Fatawal ‘Aqidah wa Arkanil Islam, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, no. 581, hal. 533-534, Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, tahun 1425 H]



Dari nasehat Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin mengandung beberapa pelajaran:

1. Sangat bahaya sekali jika seorang yang mengaku muslim meninggalkan shalat lima waktu. Akibatnya bisa berpengaruh pada status pernikahan.
2. Apakah status nikah jadi batal (faskh) jika suami meninggalkan shalat? Syaikh Utsaimin masih hati-hati dalam masalah ini. Intinya, istri hendaklah berusaha menasehati suami terlebih dahulu agar mau kembali mengerjakan shalat.



Hanya Allah yang beri taufik.



Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com

Panggang, Gunung Kidul, 22 Dzulhijah 1430 H.

[1] Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. (Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52)

baca selengkapnya.....
di 05.23 Diposting oleh Syarbani Blogs 0 komentar

Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin pernah ditanya: Bagaimana pendapat empat Imam Madzhab mengenai qunut?

Syaikh rahimahullah menjawab:

Pendapat imam madzhab dalam masalah qunut adalah sebagai berikut.

Pertama: Ulama Malikiyyah

Mereka berpendapat bahwa tidak ada qunut kecuali pada shalat shubuh saja. Tidak ada qunut pada shalat witir dan shalat-shalat lainnya.

Kedua: Ulama Syafi’iyyah

Mereka berpendapat bahwa tidak ada qunut dalam shalat witir kecuali ketika separuh akhir dari bulan Ramadhan. Dan tidak ada qunut dalam shalat lima waktu yang lainnya selain pada shalat shubuh dalam setiap keadaan (baik kondisi kaum muslimin tertimpa musibah ataupun tidak, -pen). Qunut juga berlaku pada selain shubuh jika kaum muslimin tertimpa musibah (yaitu qunut nazilah).

Ketiga: Ulama Hanafiyyah

Disyariatkan qunut pada shalat witir. Tidak disyariatkan qunut pada shalat lainnya kecuali pada saat nawaazil yaitu kaum muslimin tertimpa musibah, namun qunut nawaazil ini hanya pada shalat shubuh saja dan yang membaca qunut adalah imam, lalu diaminkan oleh jama’ah dan tidak ada qunut jika shalatnya munfarid (sendirian).

Keempat: Ulama Hanabilah (Hambali)

Mereka berpendapat bahwa disyari’atkan qunut dalam witir. Tidak disyariatkan qunut pada shalat lainnya kecuali jika ada musibah yang besar selain musibah penyakit. Pada kondisi ini imam atau yang mewakilinya berqunut pada shalat lima waktu selain shalat Jum’at.

Sedangkan Imam Ahmad sendiri berpendapat, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan qunut witir sebelum atau sesudah ruku’.

Inilah pendapat para imam madzhab. Namun pendapat yang lebih kuat, tidak disyari’atkan qunut pada shalat fardhu kecuali pada saat nawazil (kaum muslimin tertimpa musibah). Adapun qunut witir tidak ada satu hadits shahih pun dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan beliau melakukan qunut witir. Akan tetapi dalam kitab Sunan ditunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan Al Hasan bin ‘Ali bacaan yang diucapkan pada qunut witir yaitu “Allahummah diini fiiman hadayt …”. Sebagian ulama menshahihkan hadits ini[1]. Jika seseorang melakukan qunut witir, maka itu baik. Jika meninggalkannya, juga baik. Hanya Allah yang memberi taufik. (Ditulis oleh Syaikh Muhammad Ash Sholih Al ‘Utsaimin, 7/ 3/ 1398)[2]

Adapun mengenai qunut shubuh secara lebih spesifik, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin menjelaskan dalam fatwa lainnya. Beliau pernah ditanya: “Apakah disyari’atkan do’a qunut witir (Allahummah diini fiiman hadayt …) dibaca pada raka’at terakhir shalat shubuh?”

Beliau rahimahullah menjelaskan: “Qunut shubuh dengan do’a selain do’a ini (selain do’a “Allahummah diini fiiman hadayt …”), maka di situ ada perselisihan di antara para ulama. Pendapat yang lebih tepat adalah tidak ada qunut dalam shalat shubuh kecuali jika di sana terdapat sebab yang berkaitan dengan kaum muslimin secara umum. Sebagaimana apabila kaum muslimin tertimpa musibah -selain musibah wabah penyakit-, maka pada saat ini mereka membaca qunut pada setiap shalat fardhu. Tujuannya agar dengan do’a qunut tersebut, Allah membebaskan musibah yang ada.”

Apakah perlu mengangkat tangan dan mengaminkan ketika imam membaca qunut shubuh?

Dalam lanjutan perkataannya di atas, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan:

“Oleh karena itu, seandainya imam membaca qunut shubuh, maka makmum hendaklah mengikuti imam dalam qunut tersebut. Lalu makmum hendaknya mengamininya sebagaimana Imam Ahmad rahimahullah memiliki perkataan dalam masalah ini. Hal ini dilakukan untuk menyatukan kaum muslimin.

Adapun jika timbul permusuhan dan kebencian dalam perselisihan semacam ini padahal di sini masih ada ruang berijtihad bagi umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ini selayaknya tidaklah terjadi. Bahkan wajib bagi kaum muslimin –khususnya para penuntut ilmu syar’i- untuk berlapang dada dalam masalah yang masih boleh ada perselisihan antara satu dan lainnya. ” [3]

Dalam penjelasan lainnya, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin mengatakan, “Yang lebih tepat makmum hendaknya mengaminkan do’a (qunut) imam. Makmum mengangkat tangan mengikuti imam karena ditakutkan akan terjadi perselisihan antara satu dan lainnya. Imam Ahmad memiliki pendapat bahwa apabila seseorang bermakmum di belakang imam yang membaca qunut shubuh, maka hendaklah dia mengikuti dan mengamini do’anya. Padahal Imam Ahmad berpendapat tidak disyari’atkannya qunut shubuh sebagaimana yang sudah diketahui dari pendapat beliau. Akan tetapi, Imam Ahmad rahimahullah memberikan keringanan dalam hal ini yaitu mengamini dan mengangkat tangan ketika imam melakukan qunut shubuh. Hal ini dilakukan karena khawatir terjadinya perselisihan yang dapat menyebabkan renggangnya hati (antar sesama muslim).”[4]

Hanya Allah yang memberi taufik.

Disusun di Batu Merah, kota Ambon, 5 Syawal 1430 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com



[1] Hadits ini diriwayakan oleh At Tirmidzi, Abu Daud, An Nasa-i, Ibnu Majah, dan Ad Darimiy. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih dalm Misykatul Mashobih 1273 [20].

[2] Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin, 14/97-98, Asy Syamilah

[3] idem, 14/78

[4] idem, 14/80

baca selengkapnya.....
di 05.04 Label: Diposting oleh Syarbani Blogs 0 komentar

yaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanyakan,

“Bagaimana hukum bagi orang yang mengeraskan bacaan Al Qur’an sedangkan yang lain sedang mengerjakan shalat sunnah di masjid atau mengerjakan shalat tahiyatul masjid? Bacaan keras tersebut dapat mengganggu saudaranya yang lain. Apakah dilarang mengeraskan bacaan Al Qur’an ketika itu?”

Syaikhul Islam rahimahullah menjawab:

Tidak boleh bagi seorang pun untuk mengeraskan bacaan baik ketika shalat atau keadaan lainnya, sedangkan saudaranya yang lain sedang shalat di masjid, lalu dia menyakiti saudaranya dengan mengeraskan bacaan tadi. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui beberapa orang yang sedang shalat di bulan Ramadhan dan mereka mengeraskan bacaannya. Lalu Nabi shallallahu berkata pada mereka,

أَيُّهَا النَّاسُ كُلُّكُمْ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلَا يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ

“Wahai sekalian manusia. Kalian semua sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan Rabbnya. Oleh karena itu, janganlah di antara kalian mengeraskan suara kalian ketika membaca Al Qur’an sehingga menyakiti saudaranya yang lain.”

Beliau rahimahullah mengatakan, “Dari sini tidak boleh bagi seorang pun mengeraskan bacaan Al Qur’an-nya sehingga menyakiti saudaranya yang lain seperti menyakiti saudara-saudaranya yang sedang shalat.” (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 23/64)



Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com

baca selengkapnya.....

Jumat, 23 April 2010

di 05.23 Label: Diposting oleh Syarbani Blogs 0 komentar

Sering kita menyaksikan seperti ini ketika shalat jamaah. Ketika imam bertakbir ALLAHU AKBAR, makmum pun ikut menyeruakan takbirnya dengan kerasnya. Apakah memang hal seperti ini dianjurkan bagi makmum?

Mari kita lihat fatwa ulama-ulama besar Saudi Arabia yang berada di Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyyah wal Ifta (Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi) mengenai hal ini.

Fatwa no. 10892
Pertanyaan:
Apabila imam mengucapkan takbiratul ihram Allahu Akbar, lalu makmum yang berada di belakang imam bertakbir Allahu Akbar dengan suara begitu kerasnya. Namun untuk takbir selain takbiratul ihram, mereka tidak mengeraskan suara seperti tadi; apakah mengeraskan suara takbir ketika takbiratul ihram seperti ini dibolehkan?

Jawaban:

Yang disyariatkan bagi imam adalah mengeraskan suaranya pada setiap takbir, sehingga orang-orang yang di belakang imam dapat mendengarnya.

Adapun makmum yang disyariatkan baginya adalah tidak mengeraskan suaranya, baik ketika takbiratul ihram maupun takbir lainnya. Makmum cukup bertakbir dengan suara yang dapat didengarnya sendiri. Bahkan kalau kita nilai, takbir bagi makmum dengan suara keras seperti ini adalah suatu perkara yang diada-adakan dalam agama (alias: bidah) dan bidah adalah suatu hal yang terlarang berdasarkan sabda nabi shallallahu alaihi wa sallam,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang mengada-ada suatu perkara dalam agama ini yang tidak ada landasan dalam agama ini, maka amalannya tertolak" (HR. Bukhari dan Muslim)

Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik. Shalawat dan salam kepada nabi kita Muhammad, pengikut, dan sahabatnya.

Yang menandatangani fatwa ini:

Ketua Lajnah Ad Daimah: Syaikh Abdul Aziz bin Baz

Dalam fatwa Lajnah yang lain (no. 11317) dijelaskan bahwa makmum tidak perlu menjaherkan (mengeraskan) bacaan takbirnya. Makmum cukup bertakbir dengan suara yang dapat didengarnya sendiri, dengan menggerakkan bibirnya. Begitu juga dengan orang yang shalat sendirian (munfarid), dia tidak perlu menjaherkan takbirnya.

Demikian fatwa lajnah yang kami sarikan.

Semoga kita selalu mendapat ilmu yang bermanfaat dan diberi taufik untuk melakukan amal sholeh.



Diposting melalui HP, dari Panggang, Gunung Kidul, pada waktu Ashar, 1 Muharram 1430 H.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com

baca selengkapnya.....

Selasa, 20 April 2010

di 02.42 Label: Diposting oleh Syarbani Blogs 0 komentar

oana Francis adalah seorang penulis dan wartawan asal AS. Dalam situs Crescent and the Cross, perempuan yang menganut agama Kristen itu menuliskan ungkapan hatinya tentang kekagumannya pada perempuan-perempuan Muslim di Libanon saat negara itu diserang oleh Israel dalam perang tahun 2006 lalu.

Apa yang ditulis Francis, meski ditujukan pada para Muslimah di Libanon, bisa menjadi cermin dan semangat bagi para Muslimah dimanapun untuk bangga akan identitasnya menjadi seorang perempuan Muslim, apalagi di tengah kehidupan modern dan derasnya pengaruh budaya Barat yang bisa melemahkan keyakinan dan keteguhan seorang Muslimah untuk tetap mengikuti cara-cara hidup yang diajarkan Islam.

Karena di luar sana, banyak kaum perempuan lain yang iri melihat kehidupan dan kepribadian para perempuan Muslim yang masih teguh memegang ajaran-ajaran agamanya. Inilah ungkapan kekaguman Francis sekaligus pesan yang disampaikannya untuk perempuan-perempuan Muslim dalam tulisannya bertajuk “Kepada Saudariku Para Muslimah”;

Ditengah serangan Israel ke Libanon dan “perang melawan teror” yang dipropagandakan Zionis, dunia Islam kini menjadi pusat perhatian di setiap rumah di AS.

Aku menyaksikan pembantaian, kematian dan kehancuran yang menimpa rakyat Libanon, tapi aku juga melihat sesuatu yang lain; Aku melihat kalian (para muslimah). Aku menyaksikan perempuan-perempuan yang membawa bayi atau anak-anak yang mengelilingin mereka. Aku menyaksikan bahwa meski mereka mengenakan pakaian yang sederhana, kecantikan mereka tetap terpancar dan kecantikan itu bukan sekedar kecantikan fisik semata.

Aku merasakan sesuatu yang aneh dalam diriku; aku merasa iri. Aku merasa gundah melihat kengerian dan kejahatan perang yang dialami rakyat Libanon, mereka menjadi target musuh bersama kita. Tapi aku tidak bisa memungkiri kekagumanku melihat ketegaran, kecantikan, kesopanan dan yang paling penting kebahagian yang tetap terpancar dari wajah kalian.

Kelihatannya aneh, tapi itulah yang terjadi padaku, bahkan di tengah serangan bom yang terus menerus, kalian tetap terlihat lebih bahagia dari kami ( perempuan AS) di sini karena kalian menjalani kehidupan yang alamiah sebagai perempuan. Di Barat, kaum perempuan juga menjalami kehidupan seperti itu sampai era tahun 1960-an, lalu kami juga dibombardir dengan musuh yang sama. Hanya saja, kami tidak dibombardir dengan amunisi, tapi oleh tipu muslihat dan korupsi moral.

Mereka membombardir kami, rakyat Amerika dari Hollywood dan bukan dari jet-jet tempur atau tank-tank buatan Amerika.

Mereka juga ingin membombardir kalian dengan cara yang sama, setelah mereka menghancurkan infrastruktur negara kalian. Aku tidak ingin ini terjadi pada kalian. Kalian akan direndahkan seperti yang kami alami. Kalian dapat menghinda dari bombardir semacam itu jika kalian mau mendengarkan sebagian dari kami yang telah menjadi korban serius dari pengaruh jahat mereka.

Apa yang kalian lihat dan keluar dari Hollywood adalah sebuah paket kebohongan dan penyimpangan realitas. Hollywood menampilkan seks bebas sebagai sebuah bentuk rekreasi yang tidak berbahaya karena tujuan mereka sebenarnya adalah menghancurkan nilai-nilai moral di masyarakat melalui program-program beracun mereka. Aku mohon kalian untuk tidak minum racun mereka.

Karena begitu kalian mengkonsumsi racun-racun itu, tidak ada obat penawarnya. Kalian mungkin bisa sembuh sebagian, tapi kalian tidak akan pernah menjadi orang yang sama. Jadi, lebih baik kalian menghindarinya sama sekali daripada nanti harus menyembuhkan kerusakan yang diakibatkan oleh racun-racun itu.

Mereka akan menggoda kalian dengan film dan video-video musik yang merangsang, memberi gambaran palsu bahwa kaum perempuan di AS senang, puas dan bangga berpakaian seperti pelacur serta nyaman hidup tanpa keluarga. Percayalah, sebagian besar dari kami tidak bahagia.

Jutaan kaum perempuan Barat bergantung pada obat-obatan anti-depresi, membenci pekerjaan mereka dan menangis sepanjang malam karena perilaku kaum lelaki yang mengungkapkan cinta, tapi kemudian dengan rakus memanfaatkan mereka lalu pergi begitu saja. Orang-orang seperti di Hollywood hanya ingin menghancurkan keluarga dan meyakinkan kaum perempuan agar mau tidak punya banyak anak.

Mereka mempengaruhi dengan cara menampilkan perkawinan sebagai bentuk perbudakan, menjadi seorang ibu adalah sebuah kutukan, menjalani kehidupan yang fitri dan sederhana adalah sesuatu yang usang. Orang-orang seperti itu menginginkan kalian merendahkan diri kalian sendiri dan kehilangan imam. Ibarat ular yang menggoda Adam dan Hawa agar memakan buah terlarang. Mereka tidak menggigit tapi mempengaruhi pikiran kalian.

Aku melihat para Muslimah seperti batu permata yang berharga, emas murni dan mutiara yang tak ternilai harganya. Alkitab juga sebenarnya mengajarkan agar kaum perempuan menjaga kesuciannya, tapi banyak kaum perempuan di Barat yang telah tertipu.

Model pakaian yang dibuat para perancang Barat dibuat untuk mencoba meyakinkan kalian bahwa asset kalian yang paling berharga adalah seksualitas. Tapi gaun dan kerudung yang dikenakan para perempuan Muslim lebih “seksi” daripada model pakaian Barat, karena busana itu menyelubungi kalian sehingga terlihat seperti sebuah “misteri” dan menunjukkan harga diri serta kepercayaan diri para muslimah.

Seksualiatas seorang perempuan harus dijaga dari mata orang-orang yang tidak layak, karena hal itu hanya akan diberikan pada laki-laki yang mencintai dan menghormati perempuan, dan cukup pantas untuk menikah dengan kalian. Dan karena lelaki di kalangan Muslim adalah lelaki yang bersikap jantan, mereka berhak mendapatkan yang terbaik dari kaum perempuannya.

Tidak seperti lelaki kami di Barat, mereka tidak kenal nilai sebuah mutiara yang berharga, mereka lebih memilih kilau berlian imitasi sebagai gantinya dan pada akhirnya bertujuan untuk membuangnya juga.

Modal yang paling berharga dari para muslimah adalah kecantikan batin kalian, keluguan dan segala sesuatu yang membentuk diri kalian. Tapi saya perhatikan banyak juga muslimah yang mencoba mendobrak batas dan berusaha menjadi seperti kaum perempuan di Barat, meski mereka mengenakan kerudung.

Mengapa kalian ingin meniru perempuan-perempuan yang telah menyesal atau akan menyesal, yang telah kehilangan hal-hal paling berharga dalam hidupnya? Tidak ada kompensasi atas kehilangan itu. Perempuan-perempuan Muslim adalah berlian tanpa cacat. Jangan biarkan hal demikian menipu kalian, untuk menjadi berlian imitasi. Karena semua yang kalian lihat di majalah mode dan televisi Barat adalah dusta, perangkap setan, emas palsu.

Aku akan memberitahukan sebuah rahasia kecil, sekiranya kalian masih penasaran; bahwa seks sebelum menikah sama sekali tidak ada hebatnya.

Kami menyerahkan tubuh kami pada orang kami cintai, percaya bahwa itu adalah cara untuk membuat orang itu mencintai kami dan akan menikah dengan kami, seperti yang sering kalian lihat di televisi. Tapi sesungguhnya hal itu sangat tidak menyenangkan, karena tidak ada jaminan akan adanya perkawinan atau orang itu akan selalu bersama kita.

Itu adalah sebuah Ironi! Sampah dan hanya akan membuat kita menyesal. Karena hanya perempuan yang mampu memahami hati perempuan. Sesungguhnya perempuan dimana saja sama, tidak peduli apa latar belakang ras, kebangsaan atau agamanya.

Perasaan seorang perempuan dimana-mana sama. Ingin memiliki sebuah keluarga dan memberikan kenyamanan serta kekuatan pada orang-orang yang mereka cintai. Tapi kami, perempuan Amerika, sudah tertipu dan percaya bahwa kebahagiaan itu ketika kami memiliki karir dalam pekerjaan, memiliki rumah sendiri dan hidup sendirian, bebas bercinta dengan siapa saja yang disukai.

Sejatinya, itu bukanlah kebebasan, bukan cinta. Hanya dalam sebuah ikatan perkawinan yang bahagialah, hati dan tubuh seorang perempuan merasa aman untuk mencintai.

Dosa tidak akan memberikan kenikmatan, tapi akan selalu menipu kalian. Meski saya sudah memulihkan kehormatan saya, tetap tidak tergantikan seperti kehormatan saya semula.

Kami, perempuan di Barat telah dicuci otak dan masuk dalam pemikiran bahwa kalian, perempuan Muslim adalah kaum perempuan yang tertindas. Padahal kamilah yang benar-benar tertindas, menjadi budak mode yang merendahkan diri kami, terlalu resah dengan berat badan kami, mengemis cinta dari orang-orang yang tidak bersikap dewasa.

Jauh di dalam lubuk hati kami, kami sadar telah tertipu dan diam-diam kami mengagumi para perempuan Muslim meski sebagaian dari kami tidak mau mengakuinya. Tolong, jangan memandang rendah kami atau berpikir bahwa kami menyukai semua itu. Karena hal itu tidak sepenuhnya kesalahan kami.

Sebagian besar anak-anak di Barat, hidup tanpa orang tua atau hanya satu punya orang tua saja ketika mereka masih membutuhkan bimbingan dan kasih sayang. Keuarga-keluarga di Barat banyak yang hancur dan kalian tahu siapa dibalik semua kehancuran ini. Oleh sebab itu, jangan sampai tertipu saudari muslimahku, jangan biarkan budaya semacam itu mempengaruhi kalian.

Tetaplah menjaga kesucian dan kemurnian. Kami kaum perempuan Kristiani perlu melihat bagaimana kehidupan seorang perempuan seharusnya. Kami membutuhkan kalian, para Muslimah, sebagai contoh bagi kehidupan kami, karena kami telah tersesat. Berpegang teguhlah pada kemurnian kalian sebagai Muslimah dan berhati-hatilah !(eramuslim)

baca selengkapnya.....

Kamis, 15 April 2010

di 06.11 Label: Diposting oleh Syarbani Blogs 0 komentar

Kaum Mujahidin Taliban mengatakan bahwa mereka telah membuat persiapan untuk sebuah perjuangan panjang di tanah air mereka sendiri melawan pasukan asing.

"Kami tidak takut serangan besar yang direncanakan oleh pasukan asing di Helmand. Kami sangat senang bahwa mereka akan keluar dari basis mereka dan kami akan menghadapi mereka," Mullah Sharfuddin, komandan Taliban di Helmand, mengatakan kepada Pers Islam Afganistan (AIP) melalui telepon dari sebuah lokasi yang dirahasiakan.

"Kami sangat menyadari rencana musuh," tegasnya. Ketika ditanya apa gerangan senjata yang akan digunakanTaliban, komandan Taliban itu mengatakan: "Kami telah membuat segala persiapan dan membagi wilayah di bawah komandan yang berbeda.

"Kami akan menggunakan ranjau, senjata berat dan taktik militer yang berbeda dalam pertempuran itu." tambah Sharfuddin.

Dia mengatakan rakyat Helmand berdiri mendukung Taliban dan pasukan asing tidak akan bisa memaksa Taliban keluar dari provinsi tersebut.

Ketika ditanya apakah pejuang Mujahidin dari wilayah yang lain seperti Arab dan Uzbekistan bergabung dalam jajaran MujahidinTaliban, sang komandan bersikeras bahwa semua pejuang berasal dari tanah Afghan.
Dia mendesak polisi dan tentara Afghanistan untuk menghentikan pertempuran melawan Taliban."Saya mendesak polisi dan tentara Nasional Afghanistan untuk tidak memerangi Taliban. Mereka harus ambil bagian dalam perjuangan bersama kami melawan orang-orang asing.
Orang-orang asing telah menyerang Afghanistan dan itu adalah tugas mereka untuk berjuang."
Tentang keterlibatan dalam perdagangan narkoba, Sharfuddin mengatakan Taliban tidak terlibat dalam budidaya opium dan perdagangan narkoba. "Taliban telah melarang budidaya narkoba selama pemerintahan mereka," tegasnya.
Sang komandan berkata bahwa sebagian besar wilayah Helmand, termasuk Baghran, Baghni, Washer, Deshu, Brahmcha dan Marja, berada di bawah kendali Taliban.

Sumber : eramuslim

baca selengkapnya.....
di 06.02 Label: Diposting oleh Syarbani Blogs 0 komentar

  1. Ats Tsaqofah - Pejuang Taliban menguasai 90 persen Afghanistan dan telah bekerja sama dengan pejuang Al Qaida Arab di lapangan, menurut pernyataan panglima perang Pakistan Sirajuddin Haqqani. Dia membuat pernyataan dalam sebuah wawancara yang diposting dengan bahasa Arab ke beberapa situs jihad.

    "Kami Taliban saat ini menguasai 90 persen dari wilayah Afghanistan, dan mujahidin ('pejuang suci') mengontrol seluruh negeri," kata Haqqani 30 tahun.
    "Kami bekerja sama erat dengan pejuang asing di medan perang," katanya.Dia adalah putra dari Jalaludin Haqqani yang mempunyai jaringan kuat dan dijelaskan oleh situs jihad tersebut sebagai anggota dewan kesukuan Taliban di provinsi Paktika tenggara dan Khost."Pasukan pendudukan dan murtad hanya terbatas pada beberapa tempat," tambahnya. 
Haqqani mengklaim pasukan AS di Afghanistan begitu lemah dan bahwa Washington telah mengirim mata-mata dari negara-negara Arab ke negara itu.

Dia menolak klaim kemenangan NATO baru-baru ini dalam serangan anti-Taliban di Afghanistan selatan sebagai "propaganda", dan balik mengatakan bahwa Taliban dekat dengan kemenangan.

Dia mengatakan internet adalah alat penting dalam perjuangan jihad dan mendesak website Islam untuk mempublikasikan "berita yang fokus dan akurat yang akan menurunkan semangat musuh."

Ia mengakhiri wawancara dengan pernyataan kepada seluruh Muslim di dunia.

"Bantulah mujahidin di segala hal dan dalam setiap medan pertempuran, dengan uang, militer dan keahlian elektronik dan kecerdasan kalian untuk membantu memata-matai musuh," kata Haqqani.

Sumber : muslimdaily

baca selengkapnya.....

Senin, 05 April 2010

di 03.07 Label: Diposting oleh Syarbani Blogs 1 komentar

suamiku kini tlah tiada dan penyesalanku yg terus ada

Ini adalah kisah nyata di kehidupanku
Seorang suami yg kucintai yang kini telah tiada
Begitu besar pengorbanan seorang suamiku pada keluargaku
Begitu tulus kasih sayangnya untukku dan anakku
Suamiku adalah seorang pekerja keras. Dia membangun segala yang ada di keluarga ini dari nol besar hingga menjadi seperti saat ini. Sesuatu yang kami rasa sudah lebih dari cukup.

Aku merasa sangat berdosa ketika teringat suamiku pulang bekerja dan aku menyambutnya dengan amarah,tak kuberikan secangkir teh hangat melainkan kuberikan segenggam luapan amarah.
Selalu kukatakan pada dia bahwa dia tak peduli padaku,tak mengerti aku,dan selalu saja sibuk dengan pekerjaannya.
Tapi kini aku tahu.
Semua ucapanku selama ini salah.dan hanya menjadi penyesalanku karena dia telah tiada.

Temannya mengatakan padaku sepeninggal kepergiannya.
Bahwa dia selalu membanggakan aku dan anakku di depan rekan kerjanya.
Dia berkata, “ setiap kali kami ajak dia makan siang,mas anwar jarang sekali ikut kalau tidak penting sekali,alasannya slalu tak jelas. Dan lain waktu aku sempat menanyakan kenapa dia jarang sekali mau makan siang, dia menjawab, “ aku belum melihat istriku makan siang dan aku belum melihat anakku minum susu dengan riang.lalu bagaimana aku bisa makan siang.” Saat itu tertegun,aku salut pada suamimu. Dia sosok yang sangat sayang pada keluarganya. Suamimu bukan saja orang yang sangat sayang pada keluarga,tapi suamimu adalah sosok pemimpin yang hebat. Selalu mampu memberikan solusi-solusi jitu pada perusahaan.”
Aku menahan air mataku karena aku tak ingin menangis di depan rekan kerja suamiku. Aku sedih karena saat ini aku sudah kehilangan sosok yang hebat.

Teringat akan amarahku pada suamiku,aku selalu mengatakan dia slalu menyibukkan diri pada pekerjaan,dia tak pernah peduli pada anak kita. Namun itu semua salah. Sepeninggal suamiku. Aku menemukan dokumen2 pekerjaannya. Dan aku tak kuasa menahan tangis membaca di tiap lembar di sebuah buku catatan kecil di tumpukan dokumen itu, yang salah satunya berbunyi, “ perusahaan kecil CV.Anwar Sejahtera di bangun atas keringat yang tak pernah kurasa. Kuharap nanti bukan lagi CV.Anwar Sejahtera, melainkan akan di teruskan oleh putra kesayanganku dengan nama PT. Syahril Anwar Sejahtera. Maaf nak, ayah tidak bisa memberikanmu sebuah kasih sayang berupa belaian. Tapi cukuplah ibumu yang memberikan kelembutan kasih sayang secara langsung. Ayah ingin lakukan seperti ibumu. Tapi kamu adalah laki-laki. Kamu harus kuat. Dan kamu harus menjadi laki-laki hebat. Dan ayah rasa,kasih sayang yang lebih tepat ayah berikan adalah kasih sayang berupa ilmu dan pelajaran. Maaf ayah agak keras padamu nak. Tapi kamulah laki-laki. Sosok yang akan menjadi pemimpin,sosok yang harus kuat menahan terpaan angin dari manapun. Dan ayah yakin kamu dapat menjadi seperti itu.”
Membaca itu,benar2 baru kusadari.betapa suamiku menyayangi putraku.betapa dia mempersiapkan masa depan putraku sedari dini. Betapa dia memikirkan jalan untuk kebaikan anak kita.

Setiap suamiku pulang kerja. Dia selalu mengatakan, “ ibu capai?istirahat dulu saja”
Dengan kasar kukatakan, “ ya jelas aku capai,semua pekerjaan rumah aku kerjakan. Urus anak,urus cucian,masak,ayah tahunya ya pulang datang bersih.titik.”
Sungguh,bagaimana perasaan suamiku saat itu. Tapi dia hanya diam saja. Sembari tersenyum dan pergi ke dapur membuat teh atau kopi hangat sendiri. Padahal kusadari. Beban dia sebagai kepala rumah tangga jauh lebih berat di banding aku. Pekerjaannya jika salah pasti sering di maki-maki pelanggan. Tidak kenal panas ataupun hujan dia jalani pekerjaannya dengan penuh ikhlas.

Suamiku meninggalkanku setelah terkena serangan jantung di ruang kerjanya.tepat setelah aku menelponnya dan memaki-makinya. Sungguh aku berdosa. Selama hidupnya tak pernah aku tahu bahwa dia mengidap penyakit jantung. Hanya setelah sepeninggalnya aku tahu dari pegawainya yang sering mengantarnya ke klinik spesialis jantung yang murah di kota kami. Pegawai tersebut bercerita kepadaku bahwa sempat dia menanyakan pada suamiku.


“pak kenapa cari klinik yang termurah?saya rasa bapak bisa berobat di tempat yg lebih mahal dan lebih memiliki pelayanan yang baik dan standar pengobatan yang lebih baik pula”
Dan suamiku menjawab, “ tak usahlah terlalu mahal. Aku cukup saja aku ingin tahu seberapa lama aku dapat bertahan. Tidak lebih. Dan aku tak mau memotong tabungan untuk hari depan anakku dan keluargaku. Aku tak ingin gara-gara jantungku yang rusak ini mereka menjadi kesusahan. Dan jangan sampai istriku tahu aku mengidap penyakit jantung. Aku takut istriku menyayangiku karena iba. Aku ingin rasa sayang yang tulus dan ikhlas.”
Tuhan..Maafkan hamba Tuhan,hamba tak mampu menjadi istri yang baik. Hamba tak sempat memberikan rasa sayang yang pantas untuk suami hamba yang dengan tulus menyayangi keluarga ini. Aku malu pada diriku. Hanya tangis dan penyesalan yang kini ada.

Saya menulis ini sebagai renungan kita bersama. Agar kesalahan yang saya lakukan tidak di lakukan oleh wanita-wanita yang lain. Karena penyesalan yang datang di akhir tak berguna apa-apa. Hanyalah penyesalan dan tak merubah apa-apa.
Banggalah pada suamimu yang senantiasa meneteskan keringatnya hingga lupa membasuhnya dan mengering tanpa dia sadari.


Banggalah pada suamimu,karena ucapan itu adalah pemberian yang paling mudah dan paling indah jika suamimu mendengarnya.
Sambut kepulangannya di rumah dengan senyum dan sapaan hangat. Kecup keningnya agar dia merasakan ketenangan setelah menahan beban berat di luar sana.
Sambutlah dengan penuh rasa tulus ikhlas untuk menyayangi suamimu.
Selagi dia kembali dalam keadaan dapat membuka mata lebar-lebar.
Dan bukan kembali sembari memejamkan mata tuk selamanya.

Teruntuk suamiku.
Maafkan aku sayang.
Terlambat sudah kata ini ku ucapkan.
Aku janji pada diriku sendiri teruntukmu.
Putramu ini akan kubesarkan seperti caramu.
Putra kita ini akan menjadi sosok yang sepertimu.
Aku bangga padamu,aku sayang padamu.

Istrimu
Rina

Silahkan berbagi tulisan ini kepada saudara,teman,kerabat anda. Saya berharap pengalaman yg saya miliki dapat menjadi pelajaran bagi kita semua.

Sumber: http://www.facebook.com/home.php?#!/profile.php?ref=profile&id=100000917127098

baca selengkapnya.....

Sabtu, 03 April 2010

di 06.25 Label: Diposting oleh Syarbani Blogs 2 komentar

Dengarkanlah anakku, Aku katakan ini sementara kau tidur terlelap di ranjangmu. Beberapa menit yang lalu, ketika aku sedang asyik membaca koran di kamar tengah, ketika itu timbul rasa penyesalan dalam hatiku, Nak. Inilah yang teringat dalam hatiku. Aku kurang ramah dan baik terhadapmu. Aku membentakmu dan menghukum mu ketika kau akan pergi berangkat ke sekolah karena kau hanya membasuh mukamu saja, dan tidak mandi.

Aku membentakmu karena kau ingin keluar rumah untuk bermain dengan memakai baju yang kotor. Aku marah kepadamu, ketika kau pulang bermain dengan baju yang semakin kotor. Ketika sarapan, aku banyak mengomel padamu. Roti kau jatuhkan. Kau memakannya seenak mu saja. Dan ketika kau berangkat sekolah, kau cium tanganku, tapi aku hanya merengut dan berkata "Jangan nakal di sekolah!!"

Sore ini, sama saja. Ketika kau pulang kerja dan masuk ke rumah, aku melihatmu bermain kelereng bersama kawan-kawanmu. Kulihat kau memakai kaus yang lusuh. Segera saja kau kumarahi di depan teman-temanmu. Dan masihkah kau ingat, bagaimana ketika kemarin kau pulang bermain dan aku ada di ruang tengah sambil membaca koran. Kau mendatangiku dengan malu-malu. Ketika ku pandang wajahmu dengan pandangan agak muram sambil berkata "Darimana saja kamu?"

Kau tak mengatakan apa-apa. Tapi sekonyong-konyong kau mendekatiku, memelukku dan menciumku. Dan tanganmu yang mungil itu memelukku penuh kasih sayang. Tuhan telah menumbuhkan rasa cinta dalam hatimu yang tak pernah surut walaupun kau sering ku omeli. kemudian setelah itu kau meninggalkanku sambil meloncat kegirangan.

Nah anakku, tak lama setelah itu rasa cemas meliputi diriku. Kenapa diriku selama ini kurang sayang terhadapmu? Kenapa aku selalu mencar-cari kesalahanmu dan memarahimu. Mungkin selama ini aku terlalu banyak berharap terhadapmu yang masih sangat kecil. Aku menilaimu dengan ukuran yang seharusnya dipakai untuk menilai orang dewasa. Padahal banyak hal-hal baik darimu yang selama ini luput dari pandanganku. Hatimu itu , walaupun kau masih kecil tapi kau telah menunjukkan kebesaran hatimu. Kau memelukku dengan penuh kasih sayang.

Malam ini, biarlah nak. Dalam gelap malam hari aku menghampirimu dan aku berlutut, aku malu kan diriku sendiri. Ini adalah penyesalanku. Aku telah berjanji, ketika besok kau terbangun dari tidurmu, aku akan menjadi ayah yang baik bagimu. Aku akan menjadi kawan sejatimu dan ikut menderita ketika kau menderita, dan ikut bahagia saat kau bahagia. Aku akan berpikir 1000 kali jikalau aku hendak mengucapkan suatu perkataan yang tidak mengenakkan. Aku tahu telah salah dalam menilaimu. Akan tetapi aku tahu sekarang bahwa kau masih kecil. Rasanya baru seperti kemarin kau masih bayi dan berada dalam gendongan ibumu yang penuh cinta. Maafkanlah ayahmu ini nak, yang terlalu banyak berharap padamu.

sumber: http://zeithmind.blogspot.com

baca selengkapnya.....
di 04.49 Label: Diposting oleh Syarbani Blogs 0 komentar



Alhamdulillah Agama Islam adalah agama yang sempurna, tidak ada satu perkarapun semuanya telah di jelaskan dalam alqur’an dan al Hadits yang shohih.

Ahlussunnah tidaklah mereka berbicara melainkan dengan Dalil dari al Qur’an dan Assunnah yang dipahami para salafush shaleh.

Ada sebagian Kaum Muslimin mengatakan Bahwa ahlussunnah salafy melarang Tahlilan. Telah dimaklumi seluruh Kaum muslimin bahwa kalimat لا إله إلا الله kalimat yang Agung, dan kita diajarkan Rasulullah untuk mengucapkannya dan mengamalkan kandungan maknanya. Untuk mengetahui benarkah ahlussunnah salafy melarang Tahlilan? Tahlilan yang bagaimana yang dilarang Syariat?

Simak kajian berikut:

TAHLILAN DALAM TIMBANGAN ISLAM

Penulis : Buletin Al Ilmu Jember

Telah kita maklumi bersama bahwa acara tahlilan merupakan upacara ritual seremonial yang biasa dilakukan oleh keumuman masyarakat Indonesia untuk memperingati hari kematian. Secara bersama-sama, berkumpul sanak keluarga, handai taulan, beserta masyarakat sekitarnya, membaca beberapa ayat Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan disertai do’a-do’a tertentu untuk dikirimkan kepada si mayit. Karena dari sekian materi bacaannya terdapat kalimat tahlil yang diulang-ulang (ratusan kali bahkan ada yang sampai ribuan kali), maka acara tersebut dikenal dengan istilah “Tahlilan”.

Acara ini biasanya diselenggarakan setelah selesai proses penguburan (terkadang dilakukan sebelum penguburan mayit), kemudian terus berlangsung setiap hari sampai hari ketujuh. Lalu diselenggarakan kembali pada hari ke 40 dan ke 100. Untuk selanjutnya acara tersebut diadakan tiap tahun dari hari kematian si mayit, walaupun terkadang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya.

Tidak lepas pula dalam acara tersebut penjamuan yang disajikan pada tiap kali acara diselenggarakan. Model penyajian hidangan biasanya selalu variatif, tergantung adat yang berjalan di tempat tersebut. Namun pada dasarnya menu hidangan “lebih dari sekedarnya” cenderung mirip menu hidangan yang berbau kemeriahan. Sehingga acara tersebut terkesan pesta kecil-kecilan, memang demikianlah kenyataannya.

Entah telah berapa abad lamanya acara tersebut diselenggarakan, hingga tanpa disadari menjadi suatu kelaziman. Konsekuensinya, bila ada yang tidak menyelenggarakan acara tersebut berarti telah menyalahi adat dan akibatnya ia diasingkan dari masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi acara tersebut telah membangun opini muatan hukum yaitu sunnah (baca: “wajib”) untuk dikerjakan dan sebaliknya, bid’ah (hal yang baru dan ajaib) apabila ditinggalkan.

Para pembaca, pembahasan kajian kali ini bukan dimaksudkan untuk menyerang mereka yang suka tahlilan, namun sebagai nasehat untuk kita bersama agar berpikir lebih jernih dan dewasa bahwa kita (umat Islam) memiliki pedoman baku yang telah diyakini keabsahannya yaitu Al Qur’an dan As Sunnah.
Sebenarnya acara tahlilan semacam ini telah lama menjadi pro dan kontra di kalangan umat Islam. Sebagai muslim sejati yang selalu mengedepankan kebenaran, semua pro dan kontra harus dikembalikan kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Sikap seperti inilah yang sepatutnya dimiliki oleh setiap insan muslim yang benar-benar beriman kepada Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Bukankah Allah subhanahu wata’ala telah berfirman (artinya):

“Maka jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Ar Rasul (As Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itu lebih utama bagi kalian dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa’: 59)

Historis Upacara Tahlilan


Para pembaca, kalau kita buka catatan sejarah Islam, maka acara ritual tahlilan tidak dijumpai di masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, di masa para sahabatnya ? dan para Tabi’in maupun Tabi’ut tabi’in. Bahkan acara tersebut tidak dikenal pula oleh para Imam-Imam Ahlus Sunnah seperti Al Imam Malik, Abu Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad, dan ulama lainnya yang semasa dengan mereka ataupun sesudah mereka. Lalu dari mana sejarah munculnya acara tahlilan?

Awal mula acara tersebut berasal dari upacara peribadatan (baca: selamatan) nenek moyang bangsa Indonesia yang mayoritasnya beragama Hindu dan Budha. Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendo’akan orang yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu seperti halnya waktu tahlilan. Namun acara tahlilan secara praktis di lapangan berbeda dengan prosesi selamatan agama lain yaitu dengan cara mengganti dzikir-dzikir dan do’a-do’a ala agama lain dengan bacaan dari Al Qur’an, maupun dzikir-dzikir dan do’a-do’a ala Islam menurut mereka.

Dari aspek historis ini kita bisa mengetahui bahwa sebenarnya acara tahlilan merupakan adopsi (pengambilan) dan sinkretisasi (pembauran) dengan agama lain.

Tahlilan Dalam Kaca Mata Islam

Acara tahlilan paling tidak terfokus pada dua acara yang paling penting yaitu:

Pertama: Pembacaan beberapa ayat/ surat Al Qur’an, dzikir-dzikir dan disertai dengan do’a-do’a tertentu yang ditujukan dan dihadiahkan kepada si mayit.

Kedua: Penyajian hidangan makanan.

Dua hal di atas perlu ditinjau kembali dalam kaca mata Islam, walaupun secara historis acara tahlilan bukan berasal dari ajaran Islam.

Pada dasarnya, pihak yang membolehkan acara tahlilan, mereka tiada memiliki argumentasi (dalih) melainkan satu dalih saja yaitu istihsan (menganggap baiknya suatu amalan) dengan dalil-dalil yang umum sifatnya. Mereka berdalil dengan keumuman ayat atau hadits yang menganjurkan untuk membaca Al Qur’an, berdzikir ataupun berdoa dan menganjurkan pula untuk memuliakan tamu dengan menyajikan hidangan dengan niatan shadaqah.

1.Bacaan Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan do’a-do’a yang ditujukan/ dihadiahkan kepada si mayit.

Memang benar Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menganjurkan untuk membaca Al Qur’an, berdzikir dan berdoa. Namun apakah pelaksanaan membaca Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan do’a-do’a diatur sesuai kehendak pribadi dengan menentukan cara, waktu dan jumlah tertentu (yang diistilahkan dengan acara tahlilan) tanpa merujuk praktek dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya bisa dibenarakan?

Kesempurnaan agama Islam merupakan kesepakatan umat Islam semuanya, karena memang telah dinyatakan oleh Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama Islam bagi kalian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian serta Aku ridha Islam menjadi agama kalian.” (Al Maidah: 3)

Juga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلاَّ قَدْ بُيِّنَ لَكُمْ

“Tidak ada suatu perkara yang dapat mendekatkan kepada Al Jannah (surga) dan menjauhkan dari An Naar (neraka) kecuali telah dijelaskan kepada kalian semuanya.” (H.R Ath Thabrani)

Ayat dan hadits di atas menjelaskan suatu landasan yang agung yaitu bahwa Islam telah sempurna, tidak butuh ditambah dan dikurangi lagi. Tidak ada suatu ibadah, baik perkataan maupun perbuatan melainkan semuanya telah dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.

Suatu ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mendengar berita tentang pernyataan tiga orang, yang pertama menyatakan: “Saya akan shalat tahajjud dan tidak akan tidur malam”, yang kedua menyatakan: “Saya akan bershaum (puasa) dan tidak akan berbuka”, yang terakhir menyatakan: “Saya tidak akan menikah”, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menegur mereka, seraya berkata: “Apa urusan mereka dengan menyatakan seperti itu? Padahal saya bershaum dan saya pun berbuka, saya shalat dan saya pula tidur, dan saya menikahi wanita. Barang siapa yang membenci sunnahku maka bukanlah golonganku.” (Muttafaqun alaihi)

Para pembaca, ibadah menurut kaidah Islam tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala kecuali bila memenuhi dua syarat yaitu ikhlas kepada Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.

Allah subhanahu wata’ala menyatakan dalam Al Qur’an (artinya):

“Dialah Allah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji siapa diantara kalian yang paling baik amalnya.” (Al Mulk: 2)

Para ulama ahli tafsir menjelaskan makna “yang paling baik amalnya” ialah yang paling ikhlash dan yang paling mencocoki sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.

Tidak ada seorang pun yang menyatakan shalat itu jelek atau shaum (puasa) itu jelek, bahkan keduanya merupakan ibadah mulia bila dikerjakan sesuai tuntunan sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.

Atas dasar ini, beramal dengan dalih niat baik (istihsan) semata -seperti peristiwa tiga orang didalam hadits tersebut- tanpa mencocoki sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, maka amalan tersebut tertolak.

Simaklah firman Allah subhanahu wata’ala (artinya):

“Maukah Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya”. (Al Kahfi: 103-104)

Lebih ditegaskan lagi dalam hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa yang beramal bukan diatas petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak.” (Muttafaqun alaihi, dari lafazh Muslim)

Atas dasar ini pula lahirlah sebuah kaidah ushul fiqh yang berbunyi:

فَالأَصْلُ فَي الْعِبَادَاتِ البُطْلاَنُ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى الأَمْرِ

“Hukum asal dari suatu ibadah adalah batal, hingga terdapat dalil (argumen) yang memerintahkannya.”

Maka beribadah dengan dalil istihsan semata tidaklah dibenarkan dalam agama. Karena tidaklah suatu perkara itu teranggap baik melainkan bila Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menganggapnya baik dan tidaklah suatu perkara itu teranggap jelek melainkan bila Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menganggapnya jelek. Lebih menukik lagi pernyataan dari Al Imam Asy Syafi’I:

مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ

“Barang siapa yang menganggap baik suatu amalan (padahal tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah –pent) berarti dirinya telah menciptakan hukum syara’ (syari’at) sendiri”.

Kalau kita mau mengkaji lebih dalam madzhab Al Imam Asy Syafi’i tentang hukum bacaan Al Qur’an yang dihadiahkan kepada si mayit, beliau diantara ulama yang menyatakan bahwa pahala bacaan Al Qur’an tidak akan sampai kepada si mayit.
Beliau berdalil dengan firman Allah subhanahu wata’ala (artinya):

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh (pahala) selain apa yang telah diusahakannya”. (An Najm: 39), (Lihat tafsir Ibnu Katsir 4/329).

2. Penyajian hidangan makanan.

Memang secara sepintas pula, penyajian hidangan untuk para tamu merupakan perkara yang terpuji bahkan dianjurkan sekali didalam agama Islam. Namun manakala penyajian hidangan tersebut dilakukan oleh keluarga si mayit baik untuk sajian tamu undangan tahlilan ataupun yang lainnya, maka memiliki hukum tersendiri. Bukan hanya saja tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahkan perbuatan ini telah melanggar sunnah para sahabatnya radhiallahu ‘anhum.

Jarir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu–salah seorang sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam– berkata: “Kami menganggap/ memandang kegiatan berkumpul di rumah keluarga mayit, serta penghidangan makanan oleh keluarga mayit merupakan bagian dari niyahah (meratapi mayit).” (H.R Ahmad, Ibnu Majah dan lainnya)

Sehingga acara berkumpul di rumah keluarga mayit dan penjamuan hidangan dari keluarga mayit termasuk perbuatan yang dilarang oleh agama menurut pendapat para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para ulama salaf. Lihatlah bagaimana fatwa salah seorang ulama salaf yaitu Al Imam Asy Syafi’i dalam masalah ini. Kami sengaja menukilkan madzhab Al Imam Asy Syafi’i, karena mayoritas kaum muslimin di Indonesia mengaku bermadzhab Syafi’i. Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata dalam salah satu kitabnya yang terkenal yaitu ‘Al Um’ (1/248): “Aku membenci acara berkumpulnya orang (di rumah keluarga mayit –pent) meskipun tidak disertai dengan tangisan. Karena hal itu akan menambah kesedihan dan memberatkan urusan mereka.” (Lihat Ahkamul Jana-iz karya Asy Syaikh Al Albani hal. 211)

Al Imam An Nawawi seorang imam besar dari madzhab Asy Syafi’i setelah menyebutkan perkataan Asy Syafi’i diatas didalam kitabnya Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab 5/279 berkata: “Ini adalah lafadz baliau dalam kitab Al Um, dan inilah yang diikuti oleh murid-murid beliau. Adapun pengarang kitab Al Muhadzdzab (Asy Syirazi) dan lainnya berargumentasi dengan argumen lain yaitu bahwa perbuatan tersebut merupakan perkara yang diada-adakan dalam agama (bid’ah –pent).

Lalu apakah pantas acara tahlilan tersebut dinisbahkan kepada madzhab Al Imam Asy Syafi’i?

Malah yang semestinya, disunnahkan bagi tetangga keluarga mayit yang menghidangkan makanan untuk keluarga mayit, supaya meringankan beban yang mereka alami. Sebagaimana bimbingan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam hadistnya:

اصْنَعُوا لآلِ جَعْفَرَ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ يُشْغِلُهُمْ

“Hidangkanlah makanan buat keluarga Ja’far, Karena telah datang perkara (kematian-pent) yang menyibukkan mereka.” (H.R Abu Dawud, At Tirmidzi dan lainnya)

Mudah-mudahan pembahasan ini bisa memberikan penerangan bagi semua yang menginginkan kebenaran di tengah gelapnya permasalahan. Wallahu ‘a’lam.

sumber:http://muwahiid.wordpress.com/2007/05/31/hukum-tahlilan-untuk-mayit/

baca selengkapnya.....
di 02.22 Label: Diposting oleh Syarbani Blogs 6 komentar

Akhir-akhir ini kita menyaksikan sebuah fenomena maraknya para aktivis dakwah terlibat dalam upaya mengembangkan bisnis secara mandiri sebagai lahan penghidupan mereka, termasuk bisnis MLM (Multi Level Marketing). Tentu saja ini adalah sebuah fenomena yang sangat menarik dan patut kita syukuri, apalagi hal tersebut dikembangkan di tengah-tengah kondisi masyarakat yang tengah terpuruk di segala bidang kehidupan, termasuk ekonomi. Berikut ini saya sampaikan beberapa pendapat tentang bisnis MLM itu sendiri.
Berbisnis merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Bahkan, Rasulullah SAW sendiri pun telah menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang (al-hadits). Artinya, melalui jalan perdagangan inilah, pintu-pintu rezeki akan dapat dibuka sehingga karunia Allah terpancar daripadanya. Jual beli merupakan sesuatu yang diperbolehkan, sesuai firman Allah, “…Allah telah menghalalkan jual beli…” (QS 2 : 275), dengan catatan selama dilakukan dengan benar sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.
Salah satu pola bisnis yang saat ini sangat marak dilakukan adalah bisnis dengan sistem MLM (Multi Level Marketing). Hukum asal mu’amalah itu adalah al-ibaahah (boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya. Meski demikian, bukan berarti tidak ada rambu-rambu yang mengaturnya.

Kejelasan Akad
Berbicara mengenai masalah mu’amalah, Islam sangat menekankan pentingnya peranan akad dalam menentukan sah tidaknya suatu perjanjian bisnis. Yang membedakan ada tidaknya unsur riba dan gharar (penipuan) dalam sebuah transaksi adalah terletak pada akadnya. Sebagai contoh adalah akad murabahah dan pinjaman bunga dalam bank konvensional. Secara hitungan matematis, boleh jadi keduanya sama. Misalnya, seseorang membutuhkan sebuah barang dengan harga pokok Rp 1000. Jika ia pergi ke bank syariah dan setuju untuk mendapatkan pembiayaan dengan pola murabahah, dengan marjin profit yang disepakatinya 10 %, maka secara matematis, kewajiban orang tersebut adalah sebesar Rp 1100. Jika ia memilih bank konvensional, yang menawarkan pinjaman dengan bunga sebesar 10 %, maka kewajiban yang harus ia penuhi juga sebesar Rp 1100. Namun demikian, transaksi yang pertama (murabahah) adalah halal, sedangkan yang kedua adalah haram. Perbedaannya adalah terletak pada faktor akad.
Bisnis MLM yang sesuai syariah adalah yang memiliki kejelasan akad.

Sistem Murabahah
Jika akadnya murabahah, maka harus jelas barang apa yang diperjualbelikan dan berapa marjin profit yang disepakati. Murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.

Misalnya A membeli produk dari PT.MLM. Kemudian A menjual kepada B dengan mengatakan, “Saya menjual produk ini kepada anda dengan harga Rp 11.000,-. Harga pokoknya Rp 10.000,- dan saya ambil keuntungan Rp 1.000,-.
Selanjutnya B tidak dapat langsung bertransaksi dengan PT.MLM. Jika B mau menjual kepada C, maka prosesnya sama dengan A (keuntungan yang hendak diambil terserah kepada B).

Sistem Mudharabah
Jika akadnya mudarabah, maka harus jelas jenis usahanya, siapa yang bertindak sebagai rabbul maal (pemilik modal) dan mudarib-nya (pengelola usaha), serta bagaimana rasio bagi hasilnya. Mudharabah adalah Akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (malik, shahib al-maal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola modal, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku hukum wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152). Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian, jika kerugian itu terjadi karena kesengajaannya atau karena melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal (Al-Khayyath, Asy-Syarikat fî asy-Syari‘ah al-Islamiyyah, 2/66.
Mudharabah sendiri terdiri dari Mudharabah Muqhthalaqah dan Mudharabah Muqayyadah.
Misalnya PT.MLM meminta A menjual produknya. Kemudian PT.MLM menyerahkan barang-barangnya untuk dijual oleh A. Selanjutnya hak yang diperoleh A adalah berdasarkan kesepakatan antara A dengan PT.MLM.

Mudhorobah Muthlaqoh adalah kontrak mudhorobah yang tidak memiliki ikatan tertentu. Sedangkan Mudhorobah Muqoyyadah adalah jenis mudhorobah yang pada akadnya dicantumkan persyaratan-persyaratan tertentu.

Misalnya PT.MLM meminta A menjual produknya dengan syarat dijual kepada member dengan harga Rp 100.000,-. Kemudian PT.MLM menyerahkan barang-barangnya untuk dijual oleh A. Jika A menjual produk kepada member PT.MLM, maka ia harus menjual dengan harga Rp 100.000,-, sedangkan jika ia menjual kepada non member, maka ia bebas menjual berapapun harga yang diinginkan A. Selanjutnya hak A adalah kesepakatan antara A dan PT.MLM atas pembagian keuntungan dari penjualan produk kepada non member.

Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana jika A melakukan proses mudharabah kepada B (sebagai downline nya) ?
Menurut madzhab Hanafi hal ini tidak diperbolehkan kecuali jika produk itu diserahkan kepada PT.MLM [pemilik modal]. Golongan ini berpendapat bahwa A [mudhorib pertama] tidak bertanggung jawab terhadap produk yang diserahkannya kepada B [mudhorib kedua] kecuali jika yang terakhir ini telah benar-benar melaksanakan perniagaan dan mendapatkan keuntungan atau kerugian. Pembagian keuntungan di sini adalah sebagai berikut. PT.MLM [pemilik modal] mendapatkannya sesuai dengan kesepakatan antara dia dan A [mudhorib pertama]. Sementara itu bagian keuntungan dari A [mudhorib] dibagi berdua dengan B [mudhorib yang kedua] sesuai dengan porsi bagian yang telah disepakati antara keduanya [antara A dan B].

Berkaitan dengan hak-hak A [mudhorib] yang dapat ia nikmati pada saat menjalankan usaha yaitu, pertama, biaya operasi dan keuntungan yang disepakati dalam kontrak. Hanafiyah tidak membolehkan A [mudhorib] menggunakan modal untuk biaya operasi kecuali diizinkan oleh PT.MLM [pemodal]. Sedangkan jumhur ulama membolehkannya. Adapun besarnya biaya operasi ini ditentukan oleh kebiasaan yang berlaku dengan menghindari kemubadziran. Biaya operasi ini akan diambil dari keuntungan, jika memang ada. Apabila ternyata usaha ini tidak mendapatkan keuntungan, maka hal itu diambilkan dari modal karena merupakan bagian penyusutan dari modal. Kedua, A [mudhorib] mendapatkan bagian keuntungan yang telah disepakati dalam kontrak jika memang menghasilkan laba. Jika tidak ada laba, maka mudhorib tidak mendapatkan apa-apa.

Sistem Musyarakah
Jika akadnya adalah musyarakah, maka harus jelas jenis usahanya, berapa kontribusi masing-masing pihak, berapa rasio berbagi keuntungan dan kerugiannya, dan bagaimana kontribusi terhadap aspek manajemennya. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (modal) dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Misalnya PT.MLM bekerja sama dengan A untuk menjual produknya. Dalam kesepakatan, PT.MLM menyediakan barang, sedang A menanggung biaya transportasi pemasaran. Selanjutnya hak masing-masing dibagi sesuai dengan kesepakatan.

Jika akadnya ijarah, maka barang apa yang disewakannya, berapa lama masa sewanya, berapa biaya sewanya, dan bagaimana perjanjiannya. Secara prinsip, Ijarah sama dengan transaksi jual beli, hanya saja yang menjadi objek dalam transaksi ini adalah dalam bentuk manfaat. Pada akhir masa sewa dapat saja diperjanjian bahwa barang yang diambil manfaatnya selama masa sewa akan dijual belikan antara pemilik barang dan penyewa yang menyewa (Ijarah muntahhiyah bittamlik/sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan).

Kalau akadnya adalah akad wadi’ah atau titipan, maka tidak boleh ada tambahan keuntungan berapapun besarnya. Secara istilah wadi’ah adalah memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya/barangnya dengan secara terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu. Namun kalau orang yang dititipkan barang/penjaga barang mengharuskan pembayaran, semacam biaya administrasi misalnya, maka akad wadiah ini berubah menjadi “akad sewa” (ijaroh) dan mengandung unsur kelaziman. Artinya penjaga barang harus menjaga dan bertanggung jawab terhadap barang yang dititipkan. Pada saat itu penjaga barang tidak dapat membatalkan akad ini secara sepihak karena dia sudah dibayar.

Demikian pula kalau bisnis tersebut dikaitkan sebagai sarana tolong menolong dengan mekanisme infak dan shadaqah sebagai medianya, maka embel-embel pemberian royalti harus dihindari. Dan masih banyak contoh-contoh lainnya. Bisnis MLM yang akadnya tidak jelas dan semata-mata hanya memanfaatkan networking, merupakan salah satu bentuk money game yang dilarang oleh ajaran Islam.

Logika bisnis riil
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah logika bisnis riil. Apakah mungkin suatu usaha bisnis riil dapat menjanjikan keuntungan berlipat-lipat, bahkan hingga ribuan persen, dalam waktu yang sangat singkat? Ini adalah sesuatu yang tidak mungkin. Biasanya profit semacam itu hanya dihasilkan dari aktivitas spekulasi di pasar uang dan pasar modal konvensional, dengan instrumen bunga dan gharar yang sangat kental.

Sumber :
Berbisnis Secara Syariah, Mengkaji Ulang MLM, Irfan Syauqi Beik, Msc [Anggota Dewan Asatidz PV dan Dosen FEM IPB dan Kandidat Doktor IIU Malaysia, sumber tulisan : www.pesantrenvirtual.com dengan sedikit edit tanpa mengurangi maksud dari tulisan beliau]

Fakta Yang Terjadi Pada MLM
Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa sangat terlihat dengan jelas bahwa system MLM yang berjalan saat ini tidak sesuai dengan syari’at.
Bagaimana mungkin para pebisnis MLM dapat menuai hasil jutaan rupiah hanya dengan menkonsumsi/membeli/menjual sekian produk.

Sebagai contoh, A terdaftar sebagai member PT.MLM. Sesuai dengan kesepakatan dari PT.MLM, untuk mendapatkan bonus, A harus menjual/membeli/mengkonsumsi produk PT.MLM sebanyak 50 poin (misalkan bonus Rp 1 Juta). Dengan mengkonsumsi/menjual/membeli dengan nilai 50 poin, A akan mendapatkan bonus atas penjualan/pembelian/konsumsi pribadi dan bonus poin jaringan group. Selanjutnya A merekrut 3 orang downline, dan masing-masing downline melakukan hal yang sama seperti A. Kemudian pada akhir bulan (atau istilahnya closing), A berhasil menjual/mengkonsumsi/membeli produk senilai 50 poin, sedangkan poin jaringan group berhasil menjual/mengkonsumsi/membeli produk senilai 500 poin.
Kalkulasi yang umum terjadi kemudian adalah sebagai berikut :
Bonus yang didapat oleh A :
Penjualan/konsumsi pribadi = 50 poin
Penjualan/konsumsi group = 500 poin
Total Bonus = 550 poin

Dari sini dapat kita lihat, total bonus yang akan dikalkulasikan untuk bonus A adalah sebesar 550 poin. Bagaimana mungkin A mendapatkan bonus senilai 550 poin, sedangkan A hanya berhasil mencapai target 50 poin. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hak A adalah hanya sebesar 50 poin, sedangkan sisanya bukan haknya.

Umumnya, para pebisnis MLM seakan tidak tahu, tidak mengerti atau mungkin tidak mau tahu dan tidak mau mengerti dengan realita seperti ini. Kemudian mereka akan mengatakan, “Saya berhak mendapat bonus dari jaringan saya karena saya yang merekrut mereka melalui para downline-downline saya“. Sistem seperti inilah yang memang ditetapkan oleh perusahaan yang menjalankan system MLM. Dan ini bertentangan dengan ajaran Islam.

Ini yang menjadi permasalahan. Para promoter (upline) merasa bahwa mereka berhak mendapatkan kontribusi dari hasil kerja downline mereka. Persepsi seperti ini yang diterapkan kepada para downline mereka. Mereka mengatakan kepada para downline-nya, “Jika anda ingin seperti saya, maka anda harus menerapkan hal yang sama kepada para downline anda“.

Atau mungkin mereka akan mengatakan, “Sistemnya memang seperti ini“. Tapi para pebisnis MLM tidak tahu (atau pura-pura tidak tahu) bahwa ini bertentangan dengan aturan bermuamalah dalam syariat Islam.

Ada juga para pebisnis MLM yang mengatakan, “Sistem yang dijalankan tidak zhalim. Bisa saja para downline memiliki peringkat dan penghasilan yang lebih besar daripada upline, karena para downline bekerja lebih baik daripada upline mereka. Jadi tidak zhalim“.

Lantas siapa yang berhak menentukan criteria zhalim atau tidaknya system yang berjalan ? Tidak lain yang mengatakannya adalah para pemilik perusahaan dengan system MLM dan para pebisnis MLM. Bagaimana mungkin mereka bisa mengatakan “ini tidak zhalim”, sedangkan mereka mendapatkan bonus dari hasil kerja downline mereka, atau bonus mereka didapatkan dari perhitungan bonus group (hasil kerja downline) mereka. Seakan mereka merasa berhak mendapatkan kontribusi atau apapun namanya dari hasil kerja downline mereka, inilah yang dinamakan zhalim dan bathil. Sedangkan dalam Al Qur’an sudah jelas dikatakan, “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil…” [QS Al Baqarah 188]. Dan firmanNya, “Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” [QS Asy Syu'araa' 183].

Kalau mereka mau mengakui dengan sejujurnya, bahwa bonus yang benar-benar menjadi hak mereka hanyalah dari hasil penjualan/konsumsi/pembelian pribadi mereka. Para downline dan upline bekerja dalam satu team. Dalam artian, para downline tidak bekerja untuk upline, karena bonus yang didapatkan tidak dibayarkan dari kantong pribadi upline mereka. Terkecuali, bonus para downline dibayarkan oleh para upline, maka bisa dikatakan para downline memang bekerja untuk upline.

Sepertinya hal ini sudah jelas dan sangat jelas untuk dipahami. Hanya saja para pebisnis MLM dan perusahaan dengan system MLM menyamarkan kondisi ini, dan bisa juga karena kejahilan atau ketidakmautahuan para pebisnis itu sendiri.

TAMBAHAN TOPIK [ADDED 6 JAN 2009 - MILIS artikel_salafy@yahoogroups.com] :

Hukum Multi Level Marketing

(Ust. Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi)

Pengantar

Termasuk masalah yang banyak dipertanyakan hukumnya oleh kaum muslimin yang cinta untuk mengetahui kebenaran dan peduli dalam membedakan halal dan haram adalah masalah Multi Level Marketing (MLM). Transaksi dengan sistem MLM ini telah merambah di tengah manusia dan banyak mewarnai suasana pasar masyarakat. Maka sebagai seorang pebisnis muslim, wajib untuk mengetahui hukum transaksi dengan sistem MLM ini sebelum bergelut didalamnya. Sebagaimana prinsip umum dari ucapan ‘Umar radhiyallahu’anhu:

“Jangan ada yang bertransaksi di pasar kami kecuali orang yang telah paham agama.” (Dikeluarkan oleh At-Tirmidzy dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albany)

Maksud dari ucapan ‘Umar adalah bahwa seorang pedagang muslim hendaknya mengetahui hukum-hukum syariat tentang aturan berdagang atau transaksi dan mengetahui bentuk-bentuk jual-beli yang terlarang dalam agama. Dangkalnya pengetahuan tentang hal ini akan menyebabkan seseorang jatuh dalam kesalahan dan dosa. Sebagaimana telah kita saksikan tersebarnya praktek riba, memakan harta manusia dengan cara yang batil, merusak harga pasaran dan sebagainya dari bentuk-bentuk kerusakan yang merugikan masyarakat, bahkan merugikan negara.

Maka pada tulisan ini, kami akan menampilkan fatwa ulama terkemuka di masa ini. Mereka yang telah di kenal dengan keilmuan, ketakwaan dan semangat dalam membimbing dan memperbaiki umat.

Walaupun fatwa yang kami tampilkan hanya fatwa dari Lajnah Da’imah, Saudi Arabia, mengingat kedudukan mereka dalam bidang fatwa dan riset ilmiah. Namun kami juga mengetahui bahwa telah ada fatwa-fatwa lain yang sama dengan fatwa Lajnah Da’imah tersebut, seperti fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy (Perkumpulan Fiqh Islamy) di Sudan yang menjelaskan tentang hukum Perusahaan Biznas (Salah satu nama perusahaan MLM).

Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan ini dikeluarkan pada tanggal 17 Rabi’ul Akhir 1424 H, bertepatan dengan tanggal 17 Juni 2003 M pada majelis no. 3/24. kesimpulan dari fatwa mereka dalam dua poin-sebagaimana yang disampaikan oleh Amin ‘Am Majma Al-Fiqh Al-Islamy Sudan, Prof. DR. Ahmad Khalid Bakar-sebagai berikut:

“Satu, sesungguhnya bergabung dengan perusahaan Biznas dan yang semisal dengannya dari perusahaan-perusahaan pemasaran berjejaring (MLM) tidak boleh secara syar’i karena hal tersebut adalah qimar.

Dua, Sistem perusahaan Biznas dan yang semisal dengannya dari perusahaan-perusahaan berjejaring (MLM) tidak ada hubungannya dengan akad samsarah-sebagaimana yang disangka perusahaan (Biznas) itu dan sebagimana mereka mengesankan itu kepada ahlul ilmi yang memberi fatwa boleh dengan alasan itu sebagai samsarah di sela-sela pertanyaan yang mereka ajukan kepada ahlul ilmi tersebut dan telah digambarkan kepada mereka perkara yang tidak sebenarnya-.”

Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan di atas dan pembahasan bersamanya telah dibukukan dan diberi catatan tambahan oleh seorang penuntut ilmu di Yordan, yaitu syaikh ‘Ali bin Hasan Al-Halaby.

Sepanjang yang kami ketahui, belum ada dari para ulama ayang membolehkan sistem Multi Level Marketing ini. Memang ada sebagian dari tulisan orang-orang yang memberi kemungkinan bolehnya hal tersebut, tapi datangnya hanya dari sebagian para ulama yang digabarkan kepada mereka sistem MLM dengan penggambaran yang tidak benar-sebagaimana dalam Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy-atau sebagian orang yang sebenarnya tidak pantas berbicara dalam masalah seperti ini.

Akhirulkalam, semoga apa yang tertuang dalam tulisan ini ada manfaatnya untuk seluruh pembaca dan membawa kebaikan untuk kita. Wallahula’lam

Fatwa Lajnah Da’imah pada tanggal 14/3/1425 dengan nomor (22935)

Telah sampai pertanyaan-pertanyaan yang sangat banyak kepada Al-Lajnah Ad-Da’imah Li Al-Buhuts Al-Ilmiyah wa Al-Ifta tentang aktifitas perusahaan-perusahaan pemasaran berpiramida atau berjejaring (MLM) seperti Biznas dan hibah Al-Jazirah. Kesimpulan aktifitas mereka adalah meyakinkan seseorang untuk membeli sebuah barang atau produk agar dia (juga) mampu meyakinkan orang-orang lain untuk membeli produk tersebut (dan) agar orang-orang itu juga meyakinkan yang lainnya untuk membeli, demikian seterusnya. Setiap kali bertambah tingkatan anggota dibawahnya (downline), maka orang yang pertama akan mendapatkan komisi yang besar yang mencapai ribuan real. Setiap anggota yang dapat meyakinkan orang-orang setelahnya (downline-nya) untuk bergabung, akan mendapatkan komisi-komisi yang sangat besar yang mungkin dia dapatkan sepanjang berhasil merekrut anggota-anggota baru setelahnya ke dalam daftar para anggota. Inilah yang dinamakan dengan pemasaran berpiramida atau berjejaring (MLM).

JAWAB:
Alhamdullilah,

Lajnah menjawab pertanyaan diatas sebagai berikut:

Sesungguhnya transaksi sejenis ini adalah haram. Hal tersebut karena tujuan dari transaksi itu adalah komisi dan bukan produk. Terkadang komisi dapat mencapai puluhan ribu sedangkan harga produk tidaklah melebihi sekian ratus. Seorang yang berakal ketika dihadapkan di antara dua pilihan, niscaya ia akan memilih komisi. Karena itu, sandaran perusahaan-perusahaan ini dalam memasarkan dan mempromosikan produk-produk mereka adalah menampakkan jumlah komisi yang besar yang mungkin didapatkan oleh anggota dan mengiming-imingi mereka dengan keuntungan yang melampaui batas sebagai imbalan dari modal yang kecil yaitu harga produk. Maka produk yang dipasarkan oleh perusahaan-perusahaan ini hanya sekedar label dan pengantar untuk mendapatkan komisi dan keuntungan.

Tatkala ini adalah hakikat dari transaksi di atas, maka dia adalah haram karena beberapa alasan:

Pertama, transaksi tersebut mengandung riba dengan dua macam jenisnya; riba fadhl dan riba nasi’ah. Anggota membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar darinya. Maka ia adalah barter uang dengan bentuk tafadhul (ada selisih nilai) dan ta’khir (tidak cash). Dan ini adalah riba yang diharamkan menurut nash dan kesepakatan. Produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen tiada lain hanya sebagai kedok untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota (untuk mendapatkan keuntungan dari pemasarannya), sehingga (keberadaan produk) tidak berpengaruh dalam hukum (transaksi ini).

Kedua, ia termasuk gharar yang diharamkan menurut syari’at, karena anggota tidak mengetahui apakah dia akan berhasil mendapatkan jumlah anggota yang cukup atau tidak?. Dan bagaimanapun pemasaran berjejaring atau piramida itu berlanjut, dan pasti akan mencapai batas akhir yang akan berhenti padanya. Sedangkan anggota tidak tahu ketika bergabung didalam piramida, apakah dia berada di tingkatan teratas sehingga ia beruntung atau berada di tingkatan bawah sehingga ia merugi? Dan kenyataannya, kebanyakan anggota piramida merugi kecuali sangat sedikit di tingkatan atas. Kalau begitu yang mendominasi adalah kerugian. Dan ini adalah hakikat gharar, yaitu ketidakjelasan antara dua perkara, yang paling mendominasi antara keduanya adalah yang dikhawatirkan. Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang dari gharar sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya.

Tiga, apa yang terkandung dalam transaksi ini berupa memakan harta manusia dengan kebatilan, dimana tidak ada yang mengambil keuntungan dari akad (transaksi) ini selain perusahaan dan para anggota yang ditentukan oleh perusahaan dengan tujuan menipu anggota lainnya. Dan hal inilah yang datang nash pengharamannya dengan firman (Allah) Ta’ala,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil” [An-Nisa’:29]

Empat, apa yang terkandung dalam transaksi ini berupa penipuan, pengkaburan dan penyamaran terhadap manusia, dari sisi penampakan produk seakan-akan itulah tujuan dalam transaksi, padahal kenyataanya adalah menyelisihi itu. Dan dari sisi, mereka mengiming-imingi komisi besar yang seringnya tidak terwujud. Dan ini terhitung dari penipuan yang diharamkan. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

“Siapa yang menipu maka ia bukan dari saya” [Dikeluarkan Muslim dalam shahihnya]

Dan beliau juga bersabda,

“Dua orang yang bertransaksi jual beli berhak menentukan pilihannya (khiyar) selama belum berpisah. Jika keduanya saling jujur dan transparan, niscaya akan diberkati transaksinya. Dan jika keduanya saling dusta dan tertutup, niscaya akan dicabut keberkahan transaksiny.”[Muttafaqun’Alaihi]

Adapun pendapat bahwa transaksi ini tergolong samsarah, maka itu tidak benar. Karena samsarah adalah transaksi (dimana) pihak pertama mendapatkan imbalan atas usahanya mempertemukan barang (dengan pembelinya). Adapun pemasaran berjejaring (MLM), anggotanya-lah yang mengeluarkan biaya untuk memasarkan produk tersebut. Sebagaimana maksud hakikat dari samsarah adalah memasarkan barang, berbeda dengan pemasaran berjejaring (MLM), maksud sebenarnya adalah pemasaran komisi dan bukan (pemasaran) produk. Karena itu orang yang bergabung (dalam MLM) memasarkan kepada orang yang akan memasrkan dan seterusnya. Berbeda dengan samsarah, (dimana) pihak perantara benar-benar memasarkan kepada calon pembeli barang. Perbedaan diantara dua transaksi adalah jelas.

Adapun pendapat bahwa komisi-komisi tersebut masuk dalam kategori hibah (pemberian), maka ini tidak benar, andaikata (pendapat itu) diterima, maka tidak semua bentuk hibah itu boleh menurut syari’at. (Sebagaimana) hibah yang terkait dengan suatu pinjaman adalah riba. Karena itu, Abdullah bin Salam berkata kepada Abu Burdah radhiyallahu’anhuma,

“Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang riba tersebar padanya. Maka jika engkau memiliki hak pada seseorang kemudian dia menghadiahkan kepadamu sepikul jerami, sepikul gandum atau sepikul tumbuhan maka ia adalah riba.”[Dikeluarkan oleh Al-Bukhary dalam Ash-Shahih]

Dan (hukum) hibah dilihat dari sebab terwujudnya hibah tersebut. Karena itu beliau ‘alaihish shalatu wa sallam bersabda kepada pekerjanya yang datang lalu berkata, “Ini untuk kalian, dan ini dihadiahkan kepada saya.” Beliau ‘alaihish shalatu wa sallam bersabda,

“Tidakkah sepantasnya engkau duduk di rumah ayahmu atau ibumu, lalu engkau menunggu apakah dihadiahkan kepadamu atau tidak?” [Muttafaqun’Alaih]

Dan komisi-komisi ini hanyalah diperoleh karena bergabung dalam sistem pemasaran berjejaring. Maka apapun namanya, baik itu hadiah, hibah atau selainnya, maka hal tersebut sama sekali tidak mengubah hakikat dan hukumnya.

Dan (juga) hal yang patut disebut disana ada beberapa perusahaan yang muncul di pasar bursa dengan sistem pemasaran berjejaring atau berpiramida (MLM) dalam transaksi mereka, seperti Smart Way, Gold Quest dan Seven Diamond. Dan hukumnya sama dengan perusahaan-perusahaan yang telah berlalu penyebutannya. Walaupun sebagiannya berbeda dengan yang lainnya pada produk-produk yang mereka perdagangkan.

Wabillahi taufiq wa shalallahu ‘ala Nabiyina Muhammad wa aalihi wa shohbihi.

[Fatwa diatas ditanda-tangani oleh Syaikh ‘Abdul ‘Azis Alu Asy-Syaikh (ketua), Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Abdullah Al-Ghudayyan, Syaikh Abdullah Ar-Rukban, Syaikh Ahmad Sair Al-Mubaraky dan Syaikh Abdullah Al-Mutlaq]

Pada Diri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Ada Suri Tauladan Yang Baik

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab : 21)

Dan Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا

“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al Hasyr : 7)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَوَلَّوْا عَنْهُ وَأَنْتُمْ تَسْمَعُونَ وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ قَالُوا سَمِعْنَا وَهُمْ لا يَسْمَعُونَ

Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya). Dan janganlah kamu menjadi orang-orang (munafik) yang berkata : “Kami mendengarkan.” Padahal mereka tidak mendengarkan.” (QS. Al Anfal : 20-21)

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (QS. An Nur : 63)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan dia ke dalam jahanam dan jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisa' : 115)

Dan yang Allah ‘Azza wa Jalla memperindah dengannya adalah paling mulia dan indahnya sesuatu dari manusia.

أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ

“Maka apakah orang yang dijadikan (syaithan) menganggap pekerjaannya yang buruk itu baik (sama dengan orang yang tidak ditipu syaithan)? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Faathir : 8)

Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada Engkau dari butanya hati, kotornya dosa-dosa, kehinaan dunia, dan siksa akhirat.

إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لا يَعْقِلُونَ وَلَوْ عَلِمَ اللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا لأسْمَعَهُمْ وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ

“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa pun. Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar niscaya mereka pasti berpaling juga sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu).” (QS. Al Anfal : 22-23)

Dan dalam hal ini cukuplah bagi orang yang mempunyai hati dan mendengarkan serta dia dalam keadaan menyaksikan.

Firman Allah ‘Azza wa Jalla :

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka dialah yang mendapat petunjuk dan barangsiapa yang disesatkan-Nya maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (QS. Al Kahfi : 17)

Dikutip dari majalah An-Nashihah volume 14, hal. 12-14

Topik pembahasan terkait :

http://www.eramuslim.com/konsultasi/fikih-kontemporer/halalkah-mlm.htm

PENTING:untuk mengetahui fatwa ulama yg lain tentang mlm
http://aljazirah.blogspot.com/2008/07/fatwa-ulama-tentang-mlm.html
http://darussunnah.or.id/artikel-islam/muamalah/hukum-multi-level-marketing-mlm/
http://www.moslem-shop.com/index.php?option=com_content&task=view&id=76&Itemid=46
http://jacksite.wordpress.com/2007/07/25/akhirnya-mlm-halal-dalam-islam/
http://encpower.wordpress.com/2008/09/10/hukum-bisnis-mlm-dalam-islam/

baca selengkapnya.....